Kembali

Restorasi Gambut

Pada 2015, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia menyebabkan kerugian multisektor. Kebakaran yang menghanguskan sekitar 2,6 juta hektare hutan dan lahan itu termasuk di dalamnya 35 persen kawasan gambut. Bank Dunia menganalisis, bahwa kerugian ekonomi akibat bencana asap diperkirakan mencapai Rp221 triliun.

Setelah kebakaran itu, Pemerintah Indonesia memperkuat sejumlah regulasi terkait perlindungan dan pengelolaan lahan gambut. Presiden Joko Widodo juga membentuk lembaga ad-hoc Badan Restorasi Gambut (BRG). Lembaga ini berfokus menangani pemulihan ekosistem gambut terdegradasi selama tahun 2016 hingga 2020 di tujuh 7 provinsi prioritas, yaitu Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Papua.

Sebetulnya ada atau tidaknya BRG, kegiatan pemulihan ekosistem gambut memang tugasnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Pengendalian Kerusakan Gambut. Sebelum terjadi kebakaran besar pada 2015, sebenarnya kegiatan utama instansi pemerintah itu melakukan pemulihan gambut.

Mari mencermati komitmen Pemerintah Indonesia mengenai perkembangan kebijakan restorasi dan perlindungan ekosistem gambut.

Kategori Komitmen Lainnya

Moratorium Gambut

Kebijakan moratorium gambut sudah berlangsung sejak tahun 2011 dengan tujuan memperbaiki tata kelola gambut Indonesia. Pada tahun 2019 lalu, Presiden Joko Widodo membuat kebijakan moratorium ini permanen.

Lebih lengkap

Kebakaran Gambut

Kebakaran gambut sudah terjadi sejak lama. Pada tahun 1997/1998, hutan rawa gambut seluas seluas 2.124.000 hektar terbakar hebat dan mengemisi 156,3 juta ton karbon. Sejak saat itu, kebakaran gambut terus terjadi setiap tahunnya dengan intensitas yang berbeda dan kembali memuncak pada tahun 2015 lalu.

Lebih lengkap