Superior di Mimbar, Inferior di Lapangan
Oleh AdminMeskipun ketiga paslon menyinggung isu deforestasi dan penyediaan tanah untuk rakyat, perlu diingat jika mayoritas partai pengusung ketiganya memiliki sikap dukungannya terhadap UU Cipta Kerja (Omnibus Law). Ketiga paslon juga tidak menyinggung kerusakan ekosistem gambut dan dampaknya berupa kebakaran hutan dan lahan. Wahyu Perdana, Manajer Kampanye dan Advokasi Pantau Gambut menyebut, “Gagasan para cawapres tentang isu pangan, lingkungan hidup, dan pembangunan berkelanjutan di debat kemarin cenderung normatif saja.”
UU Cipta Kerja yang didukung oleh hampir semua partai politik memiliki dampak negatif yang signifikan pada tata kelola kehutanan dan agraria. UU ini ‘memutihkan’ perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi secara ilegal di dalam kawasan hutan. Padahal, pemberian izin ini membuat kerusakan pada 407,2 ribu hektare kesatuan hidrologi gambut (KHG) dalam fungsi lindung ekosistem gambut. Penegakan hukum pun tidak tegas dan transparan bagi 35 perusahaan yang disegel oleh KLHK terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2023.
Dalam konteks pangan, UU Cipta Kerja memberikan dampak buruk. UUCK meredefinisi klausul cadangan pangan nasional pada UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Setelah perubahan, impor pangan dapat dilakukan meskipun cadangan pangan nasional masih mencukupi. Petani lokal pun menjadi korban karena pasokan pangan dari luar negeri yang membanjiri pasar nasional. Situasi ini adalah konsekuensi dari persetujuan para partai politik yang ikut mengesahkan UUCK.
Peran partai pendukung ketiga calon presiden dan wakilnya juga bertanggung jawab atas gagalnya proyek Food Estate yang digadang sebagai program pemenuhan kebutuhan pangan nasional. Pantau Gambut menemuka singkong yang ditanam di Kab. Gunung Mas dan Kab. Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, gagal sama sekali lantaran hanya ada dua hingga lima singkong kecil seukuran jari, jauh berbeda dari singkong umumnya yang bahkan menyerupai lengan tangan manusia.
Pada akhirnya, peran partai politik sangat sentral, baik dalam konteks penentuan calon presiden maupun penentuan kebijakan strategis pasca pemilihan umum. Pasca pemilihan umum, partai politik sebagai anggota parlemen menjadi pemeran utama dalam perumusan kebijakan–khususnya undang-undang. Dengan kata lain, calon presiden dan wakilnya bukanlah aktor tunggal dalam pembuatan kebijakan. Presiden terpilih yang tidak sejalan dengan sikap partai pendukungnya bisa membuat visi-misi-program yang dibawa saat kampanye pemilihan umum menjadi ambigu di kemudian hari dan dapat menimbulkan disintegrasi pemerintahan.
Wahyu menutup, “Perbedaan antara program Paslon dan sikap partai politik pengusungnya membuat perlu adanya pemantauan dan advokasi untuk memastikan implementasi kebijakan yang sesuai dengan kepentingan publik, perlindungan lingkungan hidup, dan prinsip-prinsip demokrasi.”
Jika Anda membutuhkan panduan maupun konsultasi terkait dengan publikasi ini, Anda dapat menghubungi:
Abil Salsabila (Juru Kampanye Pantau Gambut) [email protected]
Yoga Aprillianno (Komunikasi Pantau Gambut) [email protected]