Restorasi Perlu Kondisi Pendukung Agar Kebakaran Tidak Terulang
Oleh Pantau GambutJumat (4/11/2022), Presiden Joko Widodo (Jokowi) dkk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah dengan nomor perkara 980 PK/PDT/2022. Di perkara itu, Jokowi divonis Mahkamah Agung (MA) telah melakukan perbuatan melawan hukum pada kasus karhutla tahun 2015. Duduk sebagai pemohon PK yaitu: (1) Negara cq Presiden RI cq Mendagri cq Gubernur Kalteng (2) Negara cq Presiden RI cq Menteri KLHK (3) Negara cq Presiden RI.
Secara singkat, putusan gugatan karhutla tersebut berisi perintah pengadilan kepada tergugat untuk mengeluarkan peraturan-peraturan dalam upaya menanggulangi dan menghentikan kebakaran hutan di Kalimantan Tengah. Selain itu, tergugat juga wajib melindungi warga negara dari ancaman karhutla, termasuk di dalamnya membangun fasilitas kesehatan. Dengan pengajuan upaya hukum luar biasa, justru menjadi pertanyaan terhadap komitmen pemerintah pada perlindungan lingkungan dan komitmen iklim, termasuk di dalamnya upaya perlindungan ekosistem gambut.
Upaya hukum luar biasa ini bukan hal mengejutkan. Negara berulang kali melakukan kasasi pada tingkat sebelumnya dan ditolak dengan putusan memenangkan Citizen Lawsuit (CLS) pada Juli 2019. Upaya PK ini semakin memperpanjang deretan langkah mundur pemerintah dalam perlindungan lingkungan hidup dan iklim, termasuk di dalamnya komitmen terhadap restorasi dan perlindungan ekosistem gambut. Pantau Gambut memandang hal tersebut dilatarbelakangi 3 argumentasi mendasar di bawah ini:
Secara subtansi,gugatan Citizen Lawsuit (CLS) di Kalimantan Tengah adalah mendorong pemerintah untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap tata kelola pemerintahan yang baik. Tujuannya untuk memastikan pencegahan kerusakan lingkungan, pemulihan lingkungan,dan pemulihan hak-hak rakyat di tengah kondisi darurat ekologis. Dimana, kawasan hutan dan ekosistem gambut yang rusak dan menurun fungsinya karena deforestasi yang dilakukan oleh korporasi dan proyek pemerintah, mengakibatkan bencana ekologis banjir dan karhutla berulang setiap tahun.
Upaya PK justru menunjukkan lemahnya komitmen iklim dan perlindungan ekosistem gambut yang terdampak karhutla dan berdampak signifikan pada pemanasan global, terlebih pasca disahkannya Omnibus Law, dan hilangnya kewenangan supervisi konsesi oleh BRGM. Diajukannya PK jelang COP 27 mengingatkan pernyataan menteri KLHK di depan PPI (Persatuan Pelajar Indonesia)pada tahun 2021 di Glasgow, “Pembangunan besar-besaran di era Presiden Joko Widodo, tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau deforestasi.”
Mempertimbangkan hal di atas, Pantau Gambut mengecam upaya PK dari Presiden tersebut. Kami memandang bahwa:
Jika Anda membutuhkan panduan maupun konsultasi terkait dengan publikasi ini, Anda dapat menghubungi:
Wahyu A Perdana 082112395919 Campaigner Pantau Gambut
Yoga Aprillianno 081390203344 Media Campaigner Pantau Gambut