Oleh Admin
dari Pantau Gambut
Belum genap 2 minggu, sebaran titik api di bulan September telah melampaui jumlah di sepanjang bulan Agustus.
© Ardiles Rante / Greenpeace
© Ardiles Rante / Greenpeace

Pantau Gambut mencatat adanya 15.302 titik panas di area Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) sejak tanggal 1–12 September 2023 melalui citra satelit. Padahal, bulan Agustus (14.437 titik panas) sendiri telah mengalami lonjakan hingga 4 kali lipat dibandingkan bulan Juli (3.309 titik panas). KHG di Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, dan Papua Selatan menjadi empat provinsi yang terlihat mendominasi persebaran titik panas.

Grafik 1. Sebaran Titik Panas di Area KHG periode 1–12 September 2023
(Sumber: Citra Satelit VIIRS S-NPP, VIIRS NOAA, dan MODIS diolah oleh Pantau Gambut)

Jika melihat tren, bulan September dan Oktober kerap menjadi puncak jumlah titik panas setiap tahunnya. Abil Salsabila, Juru Kampanye Pantau Gambut menyebutkan, “Tren kenaikan jumlah titik panas yang sering terjadi di bulan September harus menjadi peringatan nyata bagi pemerintah untuk melakukan mitigasi jangka panjang.” Komentar Abil didasarkan pada berbagai pernyataan pemerintah yang sering menyuguhkan penurunan angka karhutla saat ini dibandingkan dengan tahun 2015 dan 2019 yang mengalami karhutla besar. Padahal, penting untuk melihat bahwa pola peningkatan karhutla yang tidak berubah tiap tahunnya menjadi indikasi tidak tepatnya prioritas kebijakan yang hanya berfokus pada upaya tanggap darurat dan kasuistik dibandingkan mitigasi jangka panjang seperti memastikan kepatuhan konsesi terhadap perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut (due diligence).

Penegakan hukum pada perusahaan yang membuka lahan dengan cara bakar juga menjadi masalah lain yang tidak kunjung dianggap serius oleh pemerintah. Kajian Pantau Gambut yang terbit Juli 2023 pun menyebutkan jika 666 perusahaan yang beroperasi di atas lahan gambut memiliki tingkat kerentanan karhutla yang tinggi.

Grafik 2. Tren Sebaran Titik Panas di Area KHG Tahun 2014–2022
(Sumber: Citra Satelit VIIRS S-NPP diolah oleh Pantau Gambut)

Fakta ini memperpanjang catatan pada lemahnya komitmen pemerintah dalam menanggulangi rusaknya ekosistem gambut. Abil menjelaskan, “Tidak kompetennya pemerintah dapat dilihat dari lemahnya penegakan hukum pada perusahaan yang terbukti mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di area kerjanya, pemutihan perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi dalam kawasan hutan, hingga kelonggaran bagi konsesi pada area kubah gambut.”

Catatan

Studi kerentanan karhutla dapat Anda akses melalui tautan bit.ly/KerentanKarhutla2023.

Kontak Media

Jika Anda membutuhkan panduan maupun konsultasi terkait dengan publikasi ini, Anda dapat menghubungi:

Abil Salsabila – [email protected]
Yoga Aprillianno –  [email protected]

Dukung Kami

Bagikan informasi ini kepada keluarga dan teman-temanmu.