Sawit Bukan Pilihan Untuk Menyerap Karbon
Oleh AdminPantau Gambut melakukan analisis terhadap data spasial titik panas yang terpantau melalui sensor VIIRS NASA dalam periode 1-31 Agustus 2018. Dari hasil hamparan data sensor, peta restorasi, dan PIPPIB XII, Pantau Gambut menemukan bahwa sebagian besar titik api berada di area prioritas restorasi gambut dan area moratorium pemanfaatan gambut.
Pasca kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2015, pemerintah Indonesia menggulirkan sejumlah kebijakan untuk mencegah terulangnya bencana yang menghanguskan 2,6 juta hektar lahan dan meminta korban jiwa tersebut. Salah satu kebijakan yang diambil adalah restorasi 2,49 juta hektar lahan gambut. Kebijakan ini diambil karena setengah dari 2,6 juta hektar lahan yang terbakar pada 2015 merupakan lahan gambut. Intervensi terhadap lahan gambut yang sangat mudah terbakar, baik karena faktor alam maupun manusia, dianggap sebagai cara terbaik mencegah terulangnya karhutla.
Pantau Gambut melakukan analisis terhadap data spasial titik panas yang terpantau melalui sensor VIIRS NASA dalam periode 1-31 Agustus 2018. Sebagai bahan analisis, data tersebut disandingkan dengan data area prioritas restorasi gambut dari BRG di 7 provinsi dan peta indikatif penundaan pemberian izin baru (PIPPIB) Revisi XII. Dalam analisis ini, Pantau Gambut mengelompokkan titik panas tersebut ke dalam 4 kategori area, yaitu:
Dari hasil hamparan data sensor, peta restorasi, dan PIPPIB XII, Pantau Gambut menemukan bahwa sebagian besar titik api berada di area prioritas restorasi gambut dan area moratorium pemanfaatan gambut. Padahal, dengan aktivitas-aktivitas restorasi yang telah dilakukan, titik-titik panas tersebut tidak seharusnya ditemukan lagi.
Selain itu, Simpul Jaringan Pantau Gambut di 7 provinsi prioritas restorasi juga menemukan titik-titik panas yang terjadi di dalam wilayah konsesi perusahaan perkebunan dan kehutanan. Tanpa mengesampingkan faktor iklim, Pantau Gambut melihat bahwa adanya titik-titik panas di areal izin perusahaan menunjukkan pentingnya mendorong pelaksanaan restorasi yang melibatkan sektor swasta. Pasalnya, dari target restorasi 2,46 juta hektar lahan gambut hingga 2020, seluas 1,4 juta hektar merupakan wilayah konsesi perusahaan.
Di samping analisis data spasial dan peta, Simpul Jaringan Pantau Gambut juga melakukan investigasi langsung ke lapangan untuk menyelidiki penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan di lokasi-lokasi yang terpantau titik panas. Target pemantauan langsung adalah mengetahui, antara lain, implementasi program restorasi serta penegakkan hukum bagi pelanggar peraturan dan pelaku kebakaran.
Dalam kajian ini, Pantau Gambut menawarkan rekomendasi-rekomendasi sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan dalam upaya pencegahan dan penanganan karhutla, terutama di wilayah prioritas restorasi dan di dalam area konsesi perusahaan. Pantau Gambut berharap rekomendasi-rekomendasi yang diberikan dapat membawa upaya restorasi dan perlindungan ekosistem gambut ke arah yang lebih baik, tidak kontradiktif, dan sejalan dengan komitmen-komitmen yang telah dibuat oleh pemerintah.