Superior di Mimbar, Inferior di Lapangan
Oleh AdminKebakaran hutan dan lahan (karhutla) besar kembali melanda area gambut pada tahun 2019, meskipun kegiatan restorasi telah dilakukan dan komitmen perlindungan gambut telah diperkuat. Bahkan, kebakaran lahan gambut juga teridentifikasi di sejumlah area konsesi yang seharusnya sudah melaksanakan mandat pemulihan sejak insiden karhutla besar tahun 2015.
Hasil analisa Pantau Gambut terhadap luasan area terbakar di gambut selama periode 2015 – 2019 menunjukkan bahwa dari total 1,4 juta hektar gambut yang terbakar, sebanyak 70%nya atau sekitar 1,02 juta hektarnya berada di dalam area konsesi dengan rincian sebanyak 580.764,5 ha di atas kawasan Hak Guna Usaha (HGU), 168.988,1 ha ditemukan di kawasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI), 83.575,6 ha di atas kawasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE), dan 187.047,9 ha di atas kawasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA).
Pemanfaatan lahan gambut untuk tanaman industri ekstraktif memang sudah sejak lama dilakukan. Dari total 13,4 juta luasan lahan gambut Indonesia, sebesar 5,2 juta hektare merupakan area yang telah diberikan izin kepada para pelaku usaha (konsesi). Namun banyak dari konsesi tersebut yang masih memanfaatkan lahan dengan cara yang tidak lestari sehingga dampak akibat pengelolaan yang buruk tersebut menimbulkan degradasi gambut dan kebakaran yang masih sering terjadi di dalam area konsesi hingga saat ini.
Padahal, sudah banyak regulasi yang mengatur tentang perlindungan ekosistem gambut yang harus dilakukan oleh pemegang izin/pemilik lahan. Sebagai contoh, Pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai peraturan teknis terkait perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut seperti Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2014 yang kemudian direvisi menjadi Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 2016. Pada peraturan tersebut dijelaskan mengenai pedoman pengelolaan gambut secara lestari hingga penegakan hukum untuk pelaku perusakan lahan gambut.
Pantau Gambut melakukan riset bersama masyarakat untuk melihat sudah sejauh mana perusahaan mengimplementasikan regulasi-regulasi yang ada terkait perlindungan lahan gambut. Dari hasil observasi dan riset yang dilakukan, Pantau Gambut mencatat dua hal penting, yaitu:
Pertama, Sebagian besar perusahaan belum melaksanakan pemulihan ekosistem gambut.
Kedua, Masih adanya pembukaan lahan dan pemanfaatan Fungsi Ekosistem Gambut (FEG) lindung untuk tanaman ekstraktif.
Baca selengkapnya Laporan Pantau Gambut mengenai " Membedah teka-teki kegiatan perlindungan ekosistem gambut di area berizin" terlampir.