Oleh Admin Pantau Gambut
dari PantauGambut.id

Tahun ini, Indonesia memasuki tahun politik karena adanya pilkada serentak pada 27 Juni 2018 dan pemilihan pilpres pada 2019 mendatang. Faktanya, masih banyak masyarakat yang memilih kepala daerah bukan berdasarkan visi dan misinya, melainkan berdasarkan berapa banyak “keuntungan” yang bisa mereka peroleh dengan memilih paslon tertentu. Padahal, jika kita sebagai pemilih dapat menentukan pilihan yang tepat dalam pilkada, maka sistem pemerintahan pun akan berjalan lebih baik.

Tahun ini, Indonesia memasuki tahun politik karena adanya pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 27 Juni 2018 yang dilanjutkan dengan pemilihan presiden (pilpres) pada 2019 mendatang. Dalam kurun waktu tersebut, para pasangan calon (paslon) semakin aktif mengampanyekan program, visi, dan misi mereka untuk meyakinkan masyarakat agar memilih mereka sebagai pemimpin daerah.

Hampir setiap paslon memiliki cara tersendiri untuk bisa membuat masyarakat di wilayah mereka tersihir dengan berbagai foto, tagline, hingga semangat yang dilayangkan dalam berbagai metode kampanye.

Bahkan, hingga saat ini, mayoritas pilkada masih menempatkan uang sebagai faktor dominan yang menentukan terpilihnya paslon di tiap wilayah. Masih banyak masyarakat Indonesia yang memilih kepala daerah bukan berdasarkan visi dan misinya, melainkan berdasarkan berapa banyak “keuntungan” yang bisa mereka peroleh dengan memilih paslon tertentu.

Padahal, satu hal yang perlu kita ingat adalah masa depan bangsa ini ada di tangan pemilih. Oleh karena itu, jika kita ingin Indonesia memiliki sistem pemerintahan yang baik, maka kita pun harus memilih pemimpin yang benar-benar bisa memperjuangkan bangsa dan tanah airnya. Salah satunya, memperjuangkan lahan gambut yang ada di Nusantara.

Kenapa gambut?

Gambut berperan penting dalam menjaga perubahan iklim, mengurangi dampak bencana dan banjir, melindungi keanekaragaman hayati, hingga menunjang perekonomian masyarakat lokal. Berbagai tanaman dan hewan yang ada di lahan gambut dapat menjadi sumber pangan dan pendapatan masyarakat gambut. Masyarakat dapat menjual hasil pertanian dan ternak di lahan gambut seperti halnya kopi, kayu, tanaman obat-obatan, hasil ternak, serta menghasilkan kerajinan tangan yang bahan-bahannya berasal dari tanaman khas gambut seperti purun. Dengan begitu, gambut tidak hanya berkaitan dengan isu lingkungan, tapi juga erat kaitannya dengan tingkat perekonomian.

Pilkada Sehat

Faktor uang masih menjadi dasar bagi kebanyakan masyarakat dalam menentukan siapa yang akan mereka pilih. Bahkan, berdasarkan survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2013, sebanyak 71,72% masyarakat menganggap politik uang adalah hal yang lazim dalam pemilu. Hal inilah yang pada akhirnya membuat masyarakat menjadi pemilih yang lebih mementingkan keuntungan dan menjadikan pemilihan kepala daerah rentan korupsi.

Padahal, jika kita sebagai pemilih dapat menentukan pilihan yang tepat dalam pilkada, maka sistem pemerintahan pun akan berjalan lebih baik. Lalu, bagaimana sikap pemilih untuk dapat menuju pilkada sehat dan memilih paslon yang tepat dan berpihak pada isu gambut dan lingkungan?

  1. Simak dan pahami dengan baik visi, misi, serta program masing-masing paslon. Pilih paslon yang memasukkan isu lingkungan secara umum dan isu gambut secara khusus dengan realistis sehingga sebagian besar janji mereka bisa terwujud dan masyarakat juga dapat ikut memantau janji-janji tersebut.
  2. Lihat integritas, kapasitas, dan kapabilitas paslon. Jika visi, misi, dan programnya sudah bagus, kita juga perlu melihat bagaimana ketiga hal tersebut dimiliki oleh paslon. Pilih paslon yang memiliki integritas yang tinggi, serta kapasitas dan kapabilitas yang mumpuni sebagai pemimpin.
  3. Tidak terjebak money politics. Selama ini, money politics merupakan hal yang sering kita temui dalam masa-masa pemilihan, baik pilkada maupun pemilu. Hal itu bahkan dianggap sebagai sesuatu yang wajar dalam dunia politik. Oleh karena itu, pada pilkada serentak nanti, mari kembalikan pemikiran kita tentang pilkada sehat dengan tidak memilih paslon yang melakukan kampanye dengan jebakan money politics.
  4. Pilih paslon yang tidak memiliki sejarah terjerat korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sebanyak 215 kepala daerah menjadi tersangka kasus korupsi dalam kurun waktu 2010-2017. Oleh sebab itu, sebelum memilih, lihat latar belakang paslon untuk mengetahui catatan perjalanan politik mereka.
  5. Pilih paslon yang punya ketertarikan dan keterlibatan terhadap isu lingkungan dan gambut. Sekarang ini, kita bisa melihat hal ini dengan melihat aktivitas mereka di media sosial.
Jadi, jangan hanya jadikan media sosial sebagai arena beradu argumen politik selama pilkada, tapi juga jadikan sebagai media untuk kita bisa benar-benar melihat latar belakang dan sikap sosial politik para paslon.

Dukung Kami

Bagikan informasi ini kepada keluarga dan teman-temanmu.