Oleh Yitno Suprapto
dari Pantau Gambut

Eko Gemika terus menundukkan kepalanya saat sidang putusan di Pengadilan Negeri Sengeti, Jambi, pada Rabu, 20 September 2021. Direktur PT. Mega Anugerah Sawit itu hanya bisa pasrah menerima vonis dalam persidangan. Satu jam persidangan berjalan, hakim mengetuk palu, PT. Mega Anugerah Sawit (PT. MAS) terbukti melakukan tindak pidana. Kelalaian perusahaan itu mengakibatkan terlampaui baku mutu udara atau kriteria kerusakan lingkungan hidup. Pada 2019 lahan gambut yang luasnya 1.425 hektare konsesi PT MAS terbakar, sehingga terjadi kabut asap di Desa Sipin Teluk Duren, Muaro Jambi.

“Menjatuhkan pidana denda sejumlah Rp 3 miliar,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sengeti, Sinta Gabeira Pasaribu. Pengadilan menetapkan denda tambahan sebesar Rp 543 miliar. Biaya itu untuk memulihkan lahan gambut yang terbakar.

Ketika meninggalkan ruang sidang, Eko enggan banyak bicara. “Kami mau pikir-pikir dulu,” ucapnya saat dimintai komentar oleh Pantau Gambut.

Vonis hakim disambut baik oleh para pegiat lingkungan hidup. “Ini untuk efek jera, iya. Tapi, PT. MAS ini perusahaan kecil yang jaringannya masih lokal,” kata Feri Irawan, selaku Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut Jambi.

Ia mempertanyakan kasus serupa untuk perusahaan besar lainnya yang tidak tuntas masalah hukumnya. Padahal, pembangunan kanal konsesi perusahaan yang jumlahnya ribuan membuat gambut rusak, karena mengering. Pertanian warga di sekitar konsesi sering kebanjiran pada musim hujan, juga rentan kekeringan saat kemarau, sehingga berisiko terjadi kebakaran.

Merujuk data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi, sekitar 70 persen dari keseluruhan 751 ribu hektare lahan gambut telah mendapat izin konsesi. Perizinan itu untuk perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Pemerintah harus mengevaluasi keseluruhan konsesi itu, agar kebakaran tidak terus terulang.

“Perusahaan yang mengabaikan tanggung jawab (menjaga konsesinya) harus dicabut,” ujarnya. Hal itu sesuai dengan Pasal 49 Undang-Undang Kehutanan, korporasi wajib melakukan pencegahan pun pengendalian kebakaran hutan dan lahan di areal konsesinya.

Ketika api merembet
Pada 28 Juli 2019, konsesi PT MAS terbakar, api terus merembet ribuan hektare lahan gambut di Desa Sipin Teluk Duren. Penyelidikan kepolisian mencatat 1.425 hektare konsesi yang terbakar saat itu. Desa Arang-Arang yang berjarak tak sampai satu kilometer dari perkebunan sawit itu pun kena sambaran api.
Kejadian itu melekat dalam ingatan warga, salah satunya Sarkim. Ia terperanjat ketika mengetahui kabar ada kebakaran. Sarkim bergegas menaiki sepeda motornya menuju kebun nanas milik warga Desa Arang-Arang, sekitar 15 menit waktu tempuh dari rumahnya. Kebun nanas itu persis bersebelahan dengan area konsesi PT. Sumbertama Nusa Pertiwi (SNP). Sarkim mengendarai sepeda motornya sampai ke ujung kanal perkebunan kelapa sawit PT. SNP. “Belum satu jam api itu sudah lari (menjalar) 300 meter,” kata Sarkim, yang juga Ketua Masyarakat Peduli Api Desa Arang-Arang.

Embusan angin yang kencang mendorong api terus menjalar. Tak sampai seharian kebakaran merembet sejauh dua kilometer. Perkebunan PT. SNP sebagian juga terbakar. Sarkim menuturkan, sekitar 200 pekerja PT. SNP bersama aparat ikut memadamkan api selama dua bulan. Kebakaran lahan gambut kedalaman dua meter itu sangat sulit dipadamkan. Cuaca panas juga gambut yang mengering makin mempersulit upaya pemadaman. 

“Di atas (permukaan) api kelihatan mati. Tapi api di bawah itu masih hidup (menyala),” kata Sarkim.

Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mencatat, 2.700 hektare lahan PT MAS hangus terbakar pada 2019. Catatan menghimpun luas keseluruhan setelah kebakaran berakhir, yang datanya diluncurkan KKI Warsi pada 2020. Bencana asap yang melanda Desa Sipin Teluk Duren dan Desa Arang-Arang menyebabkan gangguan kesehatan warga. “Kalau malam sesak napas, batuk, susah tidur,” kata Lutpiyah, warga Desa Arang-Arang. Lutpiyah menderita batuk selama dua pekan. Sakitnya itu menyebabkan dia beberapa kali demam.
Kegiatan belajar siswa Sekolah Dasar Negeri 47 Desa Sipin Teluk Duren juga terganggu. Para siswa menderita sesak napas dan batuk. Data yang dirilis KKI Warsi menunjukkan, 30.137 titik api dan luas kebakaran lahan mencapai 157.139 hektare sepanjang 2019 Sebanyak 20 konsesi perusahaan mengalami kebakaran berulang pada 2015 dan 2019. Sebagian besar konsesi perusahaan terbakar di kawasan gambut sedang dan dalam.

Bukan sekadar ganjaran
Aktivis memandang, vonis hukuman untuk PT. MAS bukan hanya ganjaran nyata. Tapi memaksa perusahaan untuk memulihkan lahan yang sudah terbakar. “Ini sangat baik menyentuh muruah keadilan ekologi,” kata Sukmareni, selaku Koordinator Divisi Komunikasi KKI Warsi. Jika PT. MAS mengajukan banding, ia berharap hakim tetap menguatkan putusan yang sudah dijatuhkan. 
Luas keseluruhan lahan gambut 617.562 hektare di Jambi. Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) mencatat, ada 200.772 hektare yang menjadi target pemulihan. Luas kawasan itu terdiri atas, kawasan lindung 46.415 hektare, budidaya tak berizin 25.885 hektare dan budidaya berizin 128.472 hektare.

“Kawasan konsesi ini banyak. Itu yang membuat kami kesulitan memulihkan gambut,” kata Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan, Dinas Kehutanan Jambi, Bambang Yulisman.
Menurut dia, pemulihan gambut harus dilakukan menyeluruh dalam Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG). Bambang menjelaskan, pemulihan tidak bisa cuma spot di luar konsesi. “Tapi di dalam konsesi tidak, kan akhirnya tetap ada yang bocor. Kalau restorasi perusahaan harus ikut,” ucapnya.

Bambang mengklaim pemerintah Jambi telah melakukan restorasi gambut hampir 80 persen di kawasan yang berada di luar izin konsesi sejak 2017 hingga 2020. Selama itu pula, Dinas Kehutanan Jambi telah membangun 434 unit sekat kanal sebagai upaya pembasahan gambut. Sebanyak 466 sumur bor juga dibangun untuk membantu pemadaman saat kebakaran. Sekat kanal yang dibangun di kawasan gambut Taman Hutan Raya (Tahura) Orang Kayo Hitam, menurut dia salah satu contohnya. Bambang mengatakan, sekat kanal dalam KHG Sungai Kumpeh hingga Air Hitam itu telah membasahi gambut.

“Tahun 2019 memang terbakar, tapi atasnya (permukaan lahan) saja tidak sampai bawah kayak 2015,” ujarnya.

Upaya pemeliharaan juga perbaikan sekat kanal termasuk rencana kerja selama kurun 2021 hingga 2024. “Kami juga fokus untuk revitalisasi ekonomi masyarakat,” ucap Bambang.

Editor : Bram Setiawan

 

Dukung Kami

Bagikan informasi ini kepada keluarga dan teman-temanmu.