Oleh Malinda
dari Pantau Gambut

“Aku adalah lahan yang mudah terbakar, namun, aku tidak boleh dibiarkan terbakar, melainkan harus dijaga. Siapakah aku?” tanya Ibu Yen kepada anak-anak di kelas V, siang itu. Dengan kompak dan riuh, anak-anak menjawab, “Aku adalah gambut!”

Beragam pertanyaan seperti ini selalu diselipkan di berbagai kesempatan mata pelajaran di Sekolah Negeri Suka Makmur, Kecamatan Lalan Musi Banyuasin, Sumatra Selatan.

Misalnya, siswa kelas 1 dan 2 dikenalkan dengan kosakata yang berkaitan dengan lingkungan gambut dengan menulis nama-nama hewan dan tumbuhan seperti buaya, ikan, gambut, rumput, akar, dan kata-kata lainnya.

Untuk makin menambah kecintaan mereka terhadap lingkungan, SDN Suka Makmur juga memperkenalkan permainan ular tangga bertema lingkungan hidup kepada anak-anak melalui kurikulum mereka.

Permainan ini hampir mirip dengan permainan ular tangga pada umumnya. Namun, ada pertanyaan tentang alam yang perlu dijawab anak-anak agar mereka dapat naik tangga atau mencegah mereka turun dari tangga tersebut.

Misalnya, jika anak-anak yang bermain berada di angka yang memiliki pion tangga, ia harus mampu menyebutkan salah satu praktik baik dalam menjaga alam. Jika jawaban tersebut dinilai benar oleh teman-temannya, ia bisa naik tangga.

Permainan ular tangga ini menjadi tambahan media pembelajaran untuk melatih anak-anak dalam mempelajari apa saja praktik baik dalam menjaga alam sekitarnya termasuk lahan gambut.

“Kurikulum seperti ini sudah dilakukan sejak dua tahun lalu. Saya sangat tertarik untuk mencoba memasukkan kurikulum tersebut karena wilayah di dekat sekolah kami sempat terbakar. Saya ingin anak-anak belajar dari usia dini dan mengetahui pentingnya menjaga gambut dan lingkungan,” ujar Kepala Sekolah SD Negeri Suka Makmur Armayeni awal bulan lalu.

“Awalnya saya juga belajar lebih mendalam mengenai gambut secara mandiri, kenapa perlu dijaga, bagaimana pengelolaan yang baik dan sebagainya. Selanjutnya, saya mengemas materi tersebut dalam bentuk pelajaran kepada anak-anak di sekolah dengan bantuan para guru. Walau tidak ada mata pelajaran khusus tentang itu, namun kami menyelipkan di sela-sela kurikulum wajib sesuai dengan tingkatan kelasnya dan alat peraganya,” terang Ibu Yen, panggilan akrab sang kepala sekolah.

Ibu Yen juga menuturkan tentang pengalaman buruknya pada kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015. Saat itu, lahan rawa gambut yang berada di sekitar lokasi sekolah terbakar. Akibatnya, anak-anak tidak bisa sekolah selama lebih dua pekan dan  setelahnya, jadwal sekolah anak-anak ditentukan dari kondisi asap pada pagi hari.

Kebakaran hutan dan lahan tersebut memberikan pembelajaran kepada Ibu Yen, guru-guru, dan siswa di SDN Suka Makmur tentang dampak buruk dari lingkungan yang rusak.

Sejak setahun terakhir, para guru dan siswa semakin mengenal pemahaman mengenai lingkungan karena mereka mulai membudidayakan berbagai tanaman di kebun sekolah. Biasanya para siswa akan datang ke kebun pada saat masuk ataupun pulang sekolah dan saling berbincang dengan teman-temannya tentang berbagai macam tanaman tersebut.

Kebun seluas 24 meter x 12 meter merupakan lahan gambut tipis yang sebelumnya merupakan lahan yang penuh dengan sisa remi, sisa tumbuhan berupa akar-akar, hingga bongkahan kayu dengan ukuran yang beragam.

“Lahan tersebut kemudian dibersihkan dan kami olah tanah disitu menggunakan pupuk organik dan limbah rumah tangga sehingga dalam beberapa waktu lahan tersebut akhirnya bisa ditanami dan menjadi media pembelajaran bagi siswa,” ujar Ibu Yen.

Selain bertanam, para siswa juga dikenalkan dengan pembelajaran story telling (teknik bercerita) mengenai apa yang mereka lakukan. Anak-anak diminta bercerita mengenai lingkungan, alam, gambut, fauna, dan tanaman apa saja yang ditanam.

Lokasi sekolah dan pemukiman siswa yang berada di kawasan perkebunan sawit, yang minim tanaman lain, menjadi pendorong siswa untuk lebih tertarik mengenal tanaman jenis lainnya, seperti sayuran dan buah-buahan. Para siswa juga mendapatkan dukungan dari Kepala Desa yang juga sudah membangun demonstration plot tanaman. Demonstrasion plot (demplot) merupakan lahan percontohan untuk tempat pembelajaran menanam tanaman yang dibuat oleh Kepala Desa untuk masyarakat sekitar termasuk para siswa.

Kepala Dinas Pendidikan Musi Banyuasin, Musni Wijaya, mengapresiasi gerakan edukasi lingkungan yang dilakukan di sekolah tersebut. Menurutnya, ide yang muncul dari pengalaman merupakan proses pembelajaran yang kritis. Apalagi, kabupaten Musi Banyuasin juga memiliki visi dan misi pembangunan hijau dan berkelanjutan.

“Praktik baik seperti yang dilakukan SD Negeri Suka Makmur dapat menjadi contoh bagi sekolah lainnya, terutama mengenai edukasi lingkungan yang menjadi bagian dari pengetahuan di sekolah. Kami percaya inisiatif ini akan sangat bermanfaat untuk menumbuhkan perilaku menjaga lingkungan dan alam bagi generasi muda daerah,” ujarnya.

Dukung Kami

Bagikan informasi ini kepada keluarga dan teman-temanmu.