Oleh Pantau Gambut
dari www.pantaugambut.id

Merayakan Kartini adalah merayakan perlawanan perempuan terhadap segala bentuk penindasan. Dalam rangka perayaan Hari Kartini, 21 April 2021 silam, Pantau Gambut berbincang dengan Sumarni Laman, seorang anak muda Dayak dan koordinator Youth Act Kalimantan.

Menurut Anda, apa yang kita rayakan di Hari Kartini?

Hari Kartini adalah hari yang merayakan hak untuk perempuan. Hari ini juga adalah momen dimana kita melihat bahwa perempuan itu bukan sosok yang dianggap lemah, tapi seseorang yang juga punya kompetensi, seseorang yang juga bisa menjadi pemimpin, seorang yang juga berhak memperoleh pendidikan, dan seseorang yang juga memiliki banyak kemampuan.

 

Apakah hak itu sudah kita dapatkan kini?

Banyak kawan-kawan perempuan yang bercerita bagaimana sulitnya berada di dalam sistem patriarki. Misalnya, ketika kamu sudah berkeluarga dan mengalami kekerasan dalam rumah tangga, sangat sulit untuk perempuan bercerai karena hak asuh anak akan  jatuh ke pihak suami dan perempuan yang bercerai kadang mendapat stigma negatif di masyarakat. Selain itu, hak untuk hidup bebas dan memperoleh pendidikan layak masih sulit untuk didapatkan di beberapa tempat. Aku bukan berbicara tentang komunitasku yaitu komunitas Dayak karena kami menjunjung tinggi yang namanya kebersamaan dan hak setara.

 

Bagaimana kita dapat merayakan Hari Kartini?

Aku melihat momen Hari Kartini sebagai suatu momen untuk merenung kembali sebagai sebuah bangsa yang besar yang menghargai perbedaan. Kita juga harus bisa menyadari bahwa perempuan merupakan salah satu bagian penting dalam masyarakat Indonesia dan berhenti memandang sebelah mata peran perempuan dalam pembangunan Indonesia.

 

Apakah ada keterkaitan antara isu perempuan dengan isu lingkungan?

Sebenarnya perempuan itu punya peran besar dalam hal lingkungan karena mereka yang sangat dekat dengan lingkungan: air, hutan, hingga perkebunan. Ini karena mereka yang mengatur bagaimana mendapatkan makan bagi anak dan keluarga mereka. Ketika hak perempuan diakui serta diberikan kesempatan untuk berbicara dan memimpin sebuah pergerakan, niscaya pergerakan akan lebih sukses dibandingkan dengan yang tidak melibatkan perempuan sama sekali dan hanya pasif menjadi pendengar serta objek di dalamnya. Karena perempuan punya hati dan insting untuk melindungi. Sehingga, pergerakan yang ia buat adalah pergerakan untuk melindungi, baik keluarga maupun komunitasnya. Tentu ada irisan besar antara perempuan dan lingkungan dalam hal ini.

 

Dari pengalaman dan pengamatan Anda, apakah sudah banyak ruang yang diberi untuk perempuan berpartisipasi?

Kalimantan membuka kesempatan besar untuk perempuan dan anak-anak muda untuk bersuara dan melakukan sesuatu. Saya tidak mau mengeneralisir tapi sejauh pengalaman saya, banyak pergerakan dan aktivis akar rumput perempuan di Kalimantan. Kalau di daerah lain, kita bisa lihat contohnya di Aceh. Tapi di daerah lain, para perempuan masih harus berjuang ekstra untuk bisa bersuara juga.

 

Terkadang ada juga stigma kalau perempuan lebih lemah misalnya dalam pergerakan memadamkan api atau restorasi ke hutan maupun stigma dalam berpakaian. Tapi sejauh pengalaman aku, gak ada yang membatasi.

 

Pada masanya, Kartini melawan sistem-sistem yang menindas seperti patriarki, feodalisme, dan penjajahan. Bagaimana dengan kita sekarang?

Hal yang harus dilawan saat ini adalah sistem yang terkesan tidak mendukung masyarakat dan condong hanya kepada penguasa. Dalam hal ini, perempuan dan masyarakat adat selalu menjadi pihak yang tertindas. Kita sudah ribuan tahun menempati dan menjaga wilayah tersebut untuk kemudian dengan mudahnya penguasa-penguasa ini merampas hak masyarakat adat.

 

Kita melawan ego juga di bidang edukasi. Sekarang banyak wilayah yang mulai terbuka dan bisa mengenyam pendidikan, namun terkadang pendidikan itu membuat kita tinggi hati dan memunculkan ego masing-masing ketika kembali ke wilayah asal. Padahal, ketika kembali ke wilayah kita, kita harus menjunjung dimana langit dipijak disitu bumi dijunjung.

 

Konteksnya kalau di daerah itu sangat susah untuk mendapatkan pendidikan, bukan hanya perempuan tapi juga laki-laki. Tapi, paling sering laki-laki yang diperjuangkan untuk mengenyam edukasi karena di daerah kalau sekolah tingkat SMP ke atas  harus ke kota. Terkadang ada orang yang sudah mengenyam pendidikan tinggi, punya kekuasaan, kembali ke desanya namun malah menindas rakyatnya sendiri. Mengelabui warganya, diambil tanahnya. Ada juga yang tidak mau kembali lagi untuk membangun kampungnya karena sudah merasa hidup baik di wilayah lain.  Padahal ketika kita berbicara tentang membangun suatu wilayah, tentang emansipasi untuk kesetaraan, kalau kita sudah punya hak itu, kita jangan egois.

 

Adakah pesan-pesan untuk kita sebagai perempuan masa kini dalam merayakan Hari Kartini?

Hari Kartini adalah momen bagi kita untuk mengingat kembali apa yang sudah kita alami dan walaupun di beberapa daerah sudah bisa memperoleh hak-hak perjuangan dari Kartini, masih banyak wilayah di Indonesia yang masih harus berjuang keras untuk memperoleh hak itu. Kita sama-sama harus terus berjuang untuk mengadvokasi peran besar perempuan yang tidak kalah dengan laki-laki dalam segi apapun. Terlebih karena kita punya insting untuk melindungi, kita bisa berada di garis terdepan untuk melindungi lingkungan, keluarga, dan bumi kita. Jangan jadikan Hari Kartini sebagai seremonial semata, tapi jadikan momen Hari Kartini untuk membakar semangat kita untuk berjuang bersama-sama.

Dukung Kami

Bagikan informasi ini kepada keluarga dan teman-temanmu.