Jambi Hadapi Ancaman Covid-19 dan Bencana Asap
Oleh Yitno SupraptoAda 23 pasang calon kepala daerah berkompetisi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di Kalimantan Barat. Mereka telah berkampanye serta memaparkan visi dan misi masing-masing kepada publik.
Visi dan misi mengambarkan komitmen, sekaligus strategi seorang calon kepala daerah dalam membangun wilayah dan keberpihakan mereka terhadap rakyat. Jika terpilih menjadi kepala daerah, visi dan misinya akan menjadi visi dan misi pemerintah daerah yang dituangkan pada arah kebijakan dan rencana pembangunan jangka menengah daerah.
Karena itu, visi dan misi menjadi sangat penting sebab menjadi dasar atau rujukan dalam penyusunan program dan pengambilan kebijakan strategis daerah. Komitmen yang tertuang pada visi dan misi jauh lebih bisa dipercaya dan mengikat ketimbang janji-janji lisan selama kampanye.
Dokumen visi dan misi merupakan arsip resmi dan menjadi salah satu syarat pencalonan kepala daerah. Bubuhan tanda tangan mereka pada dokumen tersebut memiliki konsekuensi pertanggunganjawaban sosial, politik, dan moral kepada publik.
Berdasarkan penelusuran kami, sebagian besar kandidat berkomitmen terhadap pelestarian lingkungan. Komitmen itu tergambar dari dokumen visi dan misi seluruh kandidat kepala daerah di Kalimantan Barat yang kami unggah dari situs resmi Komisi Pemilihan Umum. Komitmen tersebut kemudian dijabarkan dalam beberapa rencana program strategis daerah.
Namun, kami menilai terjadi penyederhanaan terhadap permasalahan lingkungan. Ruang lingkupnya seolah hanya berkaitan dengan permukiman kumuh, pengolahan sampah dan limbah rumah tangga. Permasalahan tersebut bukan tidak penting, tetapi ada persoalan lain yang lebih mendasar, yakni penyelamatan ekosistem.
Sejumlah kandidat dalam visi dan misi mereka juga mengemas isu lingkungan menjadi program pembangunan berkelanjutan. Sayangnya, aroma eksploitasi terhadap sumber daya alam masih kentara. Mereka lebih mengutamakan kepentingan investasi dan ekonomi ketimbang pelestarian lingkungan.
Undang Undang Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun 2004 pada Pasal 22 mewajibkan setiap pemerintah daerah melestarikan lingkungan hidup. Karena itu, pemuatan isu lingkungan pada visi, misi, dan program kerja calon kepala daerah jangan sampai sekadar memenuhi persyaratan formalitas dan konstitusi.
Kami mengapresiasi komitmen sejumlah kandidat yang secara tegas mencantumkan upaya pelestarian dan penyelamatan lingkungan pada visi, misi dan program unggulan mereka. Akan tetapi, komitmen tersebut masih harus dikaji lebih mendalam.
Berkebalikan dari itu, kami menemukan dua kandidat dari dua kabupaten tidak menyatakan secara tersurat maupun tersirat persoalan lingkungan pada visi, misi maupun program kerja. Kedua kabupaten tersebut padahal memiliki persoalan lingkungan yang sangat serius dan rentan terhadap bencana ekologis.
Restorasi gambut
Salah satu persoalan lingkungan paling krusial di Kalimantan Barat ialah pelestarian gambut. Isu tersebut bahkan menjadi perhatian dunia internasional. Indonesia sering dikomplain banyak negara karena kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan gambut.
Kerusakan gambut juga berdampak fatal terhadap kenaikan permukaan air tanah sehingga menimbulkan banjir, seperti yang dialami sejumlah daerah di Kalimantan Barat, beberapa bulan lalu. Selain itu, gambut berperan penting dalam menjaga suhu bumi. Kebakaran dan pembukaan lahan gambut secara serampangan menyebabkan pelepasan karbondioksida ke atmosfer sehingga memicu pemanasan global.
Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan hamparan gambut terluas ke empat di Indonesia, yakni sekitar 1,7 juta hektare. Hamparan tersebut setara 11,6% dari 14,68 juta hektare luas wilayah Kalimantan Barat. Lebih dari separuh luasan gambut tersebut berada di kawasan konsesi perkebunan.
Kawasan gambut tersebar di seluruh wilayah Kalimantan Barat, termasuk tujuh kabupaten yang menggelar pilkada pada tahun ini. Berdasarkan Peta Indikatif Restorasi Gambut 2016, terdapat sekitar 43.500 hektare gambut di Kabupaten Bengkayang, dan 265.600 hektare di Kapuas Hulu. Kemudian, sekitar 255.370 hektare di Ketapang, 5.419 hektare di Melawi, dan 78.250 hektare di Sambas. Selanjutnya, 11.260 hektare di Sekadau, dan sekitar 65.500 hektare di Sintang.
Badan Restorasi Gambut (BRG) menargetkan merestorasi sekitar 150 ribu hektare gambut di Kalimantan Barat. Areal tersebut meliputi sekitar 27 ribu hektare kawasan lindung, dan sekitar 95 ribu hektare konsesi perkebunan, serta sekitar 27.600 hektare lahan budi daya milik masyarakat.
Target restorasi mencakup sekitar 8,8% dari 1,7 juta hektare gambut di Kalimantan Barat. Kabupaten Kubu Raya menjadi daerah dengan target restorasi terluas, yakni sekitar 106 ribu atau 70,66%. Disusul Kayong Utara, seluas 23.460 hektare atau 15,64%, dan Ketapang, sekitar 5.790 hektare atau 3,87%.
Restorasi gambut dilaksanakan melalui tiga aktivitas utama, yakni pembasahan dan penanaman kembali serta revitalisasi sumber mata pencarian masyarakat. Aktivitas tersebut dikenal dengan metode 3R (Rewetting, Revegetasi, dan Revitalisasi)
Komitmen pelestarian gambut
Sekitar 725 ribu hektare atau 42,65% lahan gambut di Kalimantan Barat berada di tujuh kabupaten penyelenggara Pilkada 2020. Karena itu, pilkada tahun ini menjadi momen krusial karena menentukan nasib pelestarian terhadap hampir separuh dari luas lahan gambut di provinsi ini.
Berdasarkan penulusuran dokumen visi, misi, dan program kerja para kandidat, hanya satu pasangan calon yang konsen terhadap pelestarian gambut. Itu pun hanya sekadar melanjutkan program yang telah ada. Mereka tidak menjabarkan secara rinci, apalagi menyiapkan terobosan, atau paling tidak menawarkan gagasan baru yang realistis.
Namun, pasangan calon tersebut juga mencantumkan rehabilitasi hutan dan lahan serta komitmen penegakan hukum terhadap pelaku perusakan lingkungan dalam rencana program kerja. Sebagian besar calon kepala daerah di Kalimantan Barat pun memiliki program serupa dengan berbagai kemasan atau formulasi berbeda.
Sejumlah kandidat juga memasukan isu tata ruang dan tata kelola sumber daya alam berkelanjutan. Akan tetapi, hanya segelintir kandidat yang menjadikan pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan sebagai program prioritas. Ini sangat disayangkan karena permasalahan tersebut masih menjadi bahaya laten di daerah masing-masing.
Kami menyimpulkan komitmen para calon kepala daerah terhadap pelestarian gambut masih sangat minim dan dangkal. Kondisi ini sekaligus menggambarkan bahwa persoalan gambut belum menjadi pembahasan utama pada isu perpolitikan lokal.
Pemerintah daerah tetap memegang peranan penting walaupun kebijakan utama dalam pelestarian serta penyelamatan gambut, termasuk kebakaran hutan dan lahan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sebagai pemilik wilayah dan otoritas lokal, pemerintah daerah setidaknya dapat mengefektifkan upaya tersebut melalui dukungan program dan kebijakan lain. Bagaimana pun bidang lingkungan hidup merupakan urusan wajib setiap pemerintah daerah.
Perlindungan terhadap ekosistem gambut sebenarnya menjadi peluang besar dalam pengembangan ekonomi daerah. Wilayah mereka makin dilirik investor karena aman dari ancaman bencana ekologis. Komoditas unggulan daerah juga berpotensi menjangkau pasaran dunia karena pebisnis maupun konsumen internasional sering menolak produk dari aktivitas ekonomi yang merusak lingkungan.
Akses kepada lembaga nonprofit internasional juga semakin terbuka. Ada banyak skema pendanaan untuk mendukung pelestarian lingkungan dan menunjang program pembangunan berkelanjutan di daerah. (*)
*Penulis ialah Direktur Eksekutif Walhi Kalbar dan Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut Kalbar
**TULISAN INI SEBELUMNYA DIPUBLIKASIKAN DI KOLOM OPINI PONTIANAK POST PADA TANGGAL 8 DESEMBER 2020 **