Oleh Yitno Suprapto
dari Pantau Gambut

Mantan pembalak kayu di kawasan gambut Jambi kini telah sadar dan beralih profesi menjadi peternak lebah. Kini, mereka tinggal menuai hasil ternak yang menjanjikan dan tidak perlu lagi berlari-lari menghindar petugas pada saat mencari nafkah.

Musim panas membuat matahari di Desa Rantau Karya,Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi lambat digulung senja. Di tengah kebun kelapa sawit yang usang diapit rimbunnya belantara akasia, belasan pria tengah sibuk memanen madu. Seorang yang saya kenal adalah Iwanto. Selama dua tahun terakhir, Iwan, sapaan akrabnya, tak lagi menjelajahi gelapnya belantara hutan Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS), sambil menenteng gergaji mesin untuk menjarah kayu-kayu bernilai ekonomi dari dalam kawasan konservasi. Kini, tangannya yang legam dan berotot  justru begitu intim dengan ratusan ribu ekor lebah madu.

“Kalau dulu kerjo kayu gawenyo (sering) lari-lari diburu petugas, kalau lepas kayunyo (kayunya) yang diambek (diambil), dicincang, dak dapat apo-apo kito (tidak dapat apa-apa kita),” kata Iwan mengenang.

Iwan bersama 39 warga yang tergabung dalam Kelompok Masyarakat (Pokmas) Talago Jaya dapat sokongan modal dari Badan Restorasi Gambut (BRG) pada tahun 2019, perjanjian Kerja Sama Swakelola, salah satu program revitalisasi di wilayah gambut. Pada saat itu, BRG memberikan modal Rp 100 juta yang dicairkan pada dua tahap.

“Waktu itu pilihannya mau ternak madu atau walet. Kalau walet kan modalnya besar, jadi kami memilih ternak madu,” tutur Iwan.

Keputusan itu kata Iwan untuk menyiasati modal yang terbatas, karena mereka tak  perlu membangun bangunan  untuk sarang seperti bisnis walet yang membutuhkan biaya besar.

Setelah bantuan tahap pertama cair, warga coba membeli 20 kotak lebah jenis Apis mellifer, yang sudah terkenal di masyarakat. Awalnya lebah-lebah itu ditempatkan di Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi. Tetapi karena terlalu jauh dari  tempat tinggal mereka akhirnya dipindahkan ke wilayah Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. “Habis dipindah malah mati semua karena gak ada makanan," katanya.

Awalnya, Iwan dan kawan-kawan berpikir jika perkebunan sawit warga di Berbak bisa diandalkan untuk pakan lebah, tapi mereka keliru. Kekurangan pakan dan pengetahuan mereka yang masih minim tentang ternak lebah menyebabkan banyak lebah mati.

Kegagalan itu membuat banyak anggota kelompok jera untuk mencoba beternak lebah, bahkan mundur. Mereka menjadi ragu bisnis lebah madu akan berhasil. Tetapi Iwan tak mau menyerah.

“Cair bantuan kedua, kami belikan lagi 20 kotak lebah, kami tarok di Desa Rantau Karya, Alhamdulillah tahan sampai sekarang.”

Pemilihan Desa Rantau Karya, Kecamatan Geragai,Kabupaten Tanjung Jabung Timur bukan tanpa alasan. Desa itu berada persis di sebelah lahan PT Wira Karya Sakti (WKS) yang mendapatkan izin konsesi tanaman akasia seluas 290.378 hektare. Iwan dan kawan-kawannya kemudian menyewa lahan milik pemerintah desayang berbatasan langsung dengan hutan akasia untuk lokasi peternakan lebah madu.

“Karena banyak bunga akasia, jadi kita gak perlu kasih makan lagi, tinggal pagi dilepas nanti sore balik lagi,” ujar Iwan.

Ia juga sengaja memilih lokasi yang berada di antara aksia tua dan muda untuk menjaga kestabilan pakan. “Jadi kalau yang tua panen kan masih ada yang muda. Panennya kan bergilir, jadi pakan itu ada terus.”

Asupan makanan yang melimpah membuat lebah-lebah berkembang biak dengan cukup pesat. Setelah hampir dua tahun kegiatan ternak lebah berjalan, populasi lebah yang dikembangkan Iwan dan kawan-kawannya bertambah menjadi 25 kotak.

Keberhasilan Iwan beternak lebah madu menarik minat warga untuk ikut menggelutinya. Selain milik Pokmas Telago Jayo, Iwan juga mengelola lebah madu milik 20 orang warga yang dititipkan padanya. Setidaknya, ada 600 kotak lebah madu milik warga yang sekarang dikelola Iwan di Desa Rantau Karya.

Dari hasil pengelolaan lebah madu milik warga, Iwan mendapat bagian sepertiga dari hasil madunya pada saat panen. Berkat ketekunannya, kini ayah tiga anak itu memiliki 18 kotak lebah madu sendiri di luar lebah madu milik Pokmas.“Kalau sekarang Alhamdulillah hasilnya cukup buat keluarga. Gak perlu lari-lari lagi dikejar petugas,” katanya seraya terkekeh.

Hasilkan 1,5 ton madu

Februari ini, Jambi cenderung panas. Hujan turun sesekali di beberapa titik. Kondisi ini praktis menguntungkan bagi peternak lebah madu seperti Iwan. Saat cuaca cerah, lebah bebas terbang liar menjelajahi hutan akasia mencari bunga-bunga yang tengah mekar.

“Justru kalau hujan malah kito repot, harus ngasih makan. Soalnyo (lebah) gak bisa pergi cari makan, di kotak terus dio,” kata Iwan.

Ia optimis ternak lebah madu bisa membantu mengangkat perekonomian masyarakat yang tinggal di wilayah gambut. Alasan utamanya adalah modal awal yang relatif ringan, hanya berkisar Rp 2,5 juta per kotak. Sedangkan masing-masing kotak bisa menghasilkan dua sampai tiga kg madu sekali panen.

Hasil panen madu akan dikirim ke penampungan, namun beberapa pemilik memilih menjualnya eceran untuk mendapatkan untung yang lebih besar. Satu kilogram madu eceran dijual Rp 100 ribu.

Pada bulan Februari lalu, Iwan bisa memanen kurang lebih 1,5 ton madu sekali panen dari 600 kotak lebah yang ia kelola. Biasanya,dalam sebulan ia bisa dua kali panen. “Tetapi kalau cuaca cerah biso sampai tigo kali panen sebulan,” kata Iwan.

Roni adalah warga lain yang telah membuktikan suksesnyaberternak lebah madu. Setelah hampir dua tahun berkecimpung, dia sudah punya ratusan kotak. Ia juga mengelola peternakan lebah madu di sembilan lokasi di wilayah Tanjung Jabung Timur.

“Kalau ditotal nilainya lebih dari Rp 4,5 miliar yang kita kelola,” katanya.

Pria 54 tahun itu mengaku, bisa membeli tiga mobil dari hasil ternak lebah madu. “Alhamdulillah biso beli kebun jugo, dari hasil madu itu.”

Dia juga menjual madu eceran yang dikemas dalam botol plastik dan dijajakan di pinggir jalan lintas Sabak-Jambi, tepatnya di Desa Rantau Karya. Saban hari ia bisa menjual rata-rata 10 kg madu.

Lebah Madu Lebih Ramah Gambut

Andri adalah salah satu orang yang menitipkan pengelolaan 60 kotak lebah madunya kepada Iwan. Ia memulai bisnis lebah madu karena bisnis ini lebih menguntungkan dibanding membuka kebun kelapa sawit.

Dari perhitungan yang dia lakukan, berkebun kelapa sawit memiliki jumlah pekerjaan yang lebih banyak dengan hasil yang lebih kecil ketimbang beternak lebah madu. “Kalau ngupah orang (untuk mengelola kebun sawit) gak dapat hasil kita, karena biayanya terlalu besar, kalau madu kan nggak,” katanya.

“Paling yang perlu diwaspadai kalau ternak lebah itu ya semut sama kutu lebah, lainnya nggak ada. Kan di sini banyak akasia jadi gak perlu kasih makan,” lanjut Andri.

Selain itu, beternak lebah madu juga mengubah pandangan Andri tentang perlunya menjaga lahan gambut dari bahaya kebakaran. Berbeda dengan membuka kebun sawit yang kadang dibakar, lebah madu justru mendorong orang-orang seperti Andri, Roni dan Iwan untuk menjaga wilayah gambut.

“Justru kalau ternak madu itu kita harusjaga jangan sampai ada api, karena kita butuh alam,” tutup Andri.

 

Dukung Kami

Bagikan informasi ini kepada keluarga dan teman-temanmu.