Prasasti Talang Tuwo, Kearifan Lokal Menjaga Ekosistem Gambut (2)
Oleh Parliza HendrawanSenin sore di akhir Juli 2019,seperti biasa, Kasih Bintang (16), bermain basket dengan timnya di lapangan sekolah. Malamnya, saat di rumah ia merasa pusing. Hingga pagi esoknya, Kasih masih pusing dan badan mulai meriang sehingga ia mengurungkan niat untuk sekolah.
Ibu Kasih, Sari, merasa heran kenapa anak sulungnya yang atlet basket sekolah ini malah sakit setelah berolahraga. Sari lantas menduga Kasih sakit karena terpapar asap.
“Dia belum tahu kalau kabut asap (Senin sore). Saya juga baru sadar waktu keluar rumah siang ini. Parah asapnya. Kasih berarti pusing sejak sore kemarin karena haze ini,” katanya.
Kasih adalah satu dari ribuan warga Pekanbaru lainnya yang mulai merasakan dampak buruk asap karhutla. Menurut Kepala Bidang Pelayanan Dinas Kesehatan Riau, Yohanes, selama Juli, jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dilaporkan di Riau adalah 7.296 orang. Angka ini kemungkinan bertambah karena masih ada sejumlah data dari pemerintah kabupaten yang belum dilaporkan.
Pada Agustus ini, kasus ISPA kemungkinan lebih besar lagi, mengingat semakin maraknya karhutla di Riau. Pada tanggal 1 hingga 5 Agustus 2019 saja, jumlah warga yang terkena ISPA mencapai 2.611 orang.
Rincian data dari Dinas Kesehatan tersebut adalah 636 orang penderita ISPA pada 1 Agustus, 632 orang 2 Agustus, dan 694 orang 3 Agustus. Pada 4 Agustus, hanya 91 kasus ISPA yang tercatat. Namun, data tanggal 4 Agustus ini tidak termasuk data dari wilayah Pekanbaru yang belum dilaporkan. Pada 5 Agustus, jumlah penderita ISPA adalah 558 orang.
Di luar laporan tersebut masih banyak warga yang menderita ISPA namun tidak berobat ke dokter atau layanan kesehatan lainnya dan memutuskan hanya beristirahat di dalam rumah. Data Dinas Kesehatan belum mencakup data sesungguhnya warga yang terpapar asap selama tiga pekan terakhir.
Menurut Kepala Bidang pelayanan Dinas Kesehatan Riau, Yohanes, jumlah warga yang terkena ISPA bertambah satu atau dua orang per Puskesmas per hari. Jumlah Puskesmas di Riau mencapai 232 unit.
Yohanes mengatakan Dinas Kesehatan Riau terus berupaya memberikan pelayanan kepada warga yang terserang ISPA. Selain itu, ada juga langkah-langkah preventif juga dilakukan.
“Kita sudah melakukan upaya-upaya, mulai membuat surat edaran kabupaten-kota di Riau tentang bagaimana menangani korban asap ini. Kita sudah lakukan penyuluhan dan upaya preventifnya dalam bentuk pembagian masker,” tutur Yohanes.
Pada beberapa hari terakhir, kabut asap memang lebih pekat di Pekanbaru, Riau, dibandingkan hari-hari sebelumnya Selasa pagi. Gangguan kabut asap sangat terasa waktu pagi hari dan membuat jarak pandang sangat terbatas. Untuk pertama kalinyasejak tahun 2018, jarak pandang sangat pendek yakni hanya 4 kilometer. Pada Selasa pagi (6/8/2019) jarak pandang semakin pendek, yakni hanya 2 kilometer di Pekanbaru. Jarak pandang normaladalah 8 hingga 10 kilometer.
Sanya Gautami, analis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru mengkonfirmasi adanya campuran partikel asap kebakaran hutan gambut Riau pada udara di sejumlah daerah termasuk Kota Pekanbaru.
“Jarak pandang seminggu ini terganggu asap, rata-rata di bawah 5 kilometer. Itu karena ada partikel asap. Data tekanan udara dan kelembaban menunjukkan terbatasnya jarak pandang ini karena asap,” ujar Sanya.
Karhutla di Riau sudah terjadi sejak awal tahun 2019 ini dan diperkirakan semakin parah pada Juli hingga September bertepatan dengan puncak musim kemarau. Berdasarkan analisis data MODIS dan VIIRS, total titik panas dengan tingkat kepercayaan di atas 70% yang muncul di Riau selama periode Januari hingga Juli adalah 1.684 titik. Dari total tersebut, lebih dari 90% atau 1.544 titik panas berada di wilayah gambut. Pada Juli saja, terpantau 176 titik panas di area gambut di wilayah Riau.
Menurut data dari BMKG, kabut asap di Pekanbaru berasal dari kebakaran di sejumlah kabupaten di Riau, terutama dari Pelalawan dan Siak. Berdasarkan data dari MODIS dan VIIRS, total titik panas yang terpantau 183 titik wilayah gambut di Pelalawan dan 145 titik di Siak selama Januari hingga Juli 2019. Pada Juli saja, jumlah hotspot di Pelalawan mencapai 54 titik dan di Siak 20 titik.Pada periode 1-5 Agustus 2019, total hotspot yang terpantau di wilayah gambut dan non gambut di Riau sudah mencapai 150 titik.