Oleh Yitno Suprapto
dari Pantau Gambut

Api yang muncul di kebun nanas itu berubah menjadi petaka. Ribuan hektar lahan gambut di Jambi terbakar, berbulan-bulan bencana kabut asap menyekap dan puluhan ribu orang menderita akibat ISPA.

Siang itu Sarkim tergopoh-gopoh pergi ke ujung kanal kebun kelapa sawit PT Sumbertama Nusa Pertiwi (SNP) di Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Di seberang kanal, kebun nanas warga Desa Sipin Teluk Duren terbakar. Tiupan angin kencang membuat api dengan cepat membakar lahan gambut.

“Belum satu jam api itu sudah sejauh 300 meter larinya,” kata Sarkim, ketua Masyarakat Peduli Api (MPA) Desa Arang-Arang, mengenang kebakaran yang terjadi pada Agustus 2019.

Tak sampai sehari, api menjalar sepanjang dua kilometer dan membakar habis kebun warga. Seluas 1.951 hektare kebun sawit milik PT SNP habis terbakar pada musim kemarau 2019. Cuaca panas dan kondisi gambut kering memaksa personel kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bekerja keras untuk menjinakkan api yang kadung membesar. “Di atas nampaknyo mati, tapi api di bawah itu masih hidup,” kata Sarkim.

Bara api dalam gambut terus bergerak liar. Selain PT SNP, masih di wilayah yang sama, seluas 2.797 hektare (ha) lebih lahan gambut yang dikelola PT Mega Anugrah Sawit (MAS) yang berbatasan langsung dengan kebun warga ikut terbakar. Kebakaran gambut menyebabkan Desa Sipin Teluk Duren dan Desa Arang-Arang diselimuti asap tebal.

Lutpiyah, salah satu warga Desa Arang-Arang, mengaku dua minggu sakit batuk dan demam gara-gara kabut asap. “Kalau malam sesak napas, batuk, susah tidur,” katanya.

Api juga muncul di perkebunan sawit milik PT Bara Eka Prima (BEP) yang masih satu hamparan dengan PT MAS. Kedua perusahaan itu berada dalam satu Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Batanghari-Sungai Air Hitam Laut.

Berhari-hari api terus membara di bawah permukaan lahan gambut dan meluluhlantakkan lebih dari 2.300 hektare kebun sawit milikPT BEP. Pihak PT BEP menuding api mulanya muncul dari arah PT Pesona Belantara Persada (Pesona), perusahaan pemegang izin hak pengusahaan hutan (HPH) yang berada di sebelahnya. Banyaknya aktivitas pembalakan liar dicurigai menjadi titik awal munculnya api.

“Api itu paling dari orang-orang yang gesek (menebang kayu) di dalam PT Pesona itulah,” kata Ruslan, warga Desa Betung. Dua hektare lebih kebun karet miliknya juga habis terbakar pada September 2019. Saat itu, langit di atas Desa Betung, Kecamatan Kumpeh Ulu, menjadi memerah akibat kebakaran lahan gambut.

“Di sini (Desa Betung) itu gelap, langit merah macam sudah Maghrib, padahal tengah hari. Dimano-mano (dimana-mana) api,” katanya.

Catatan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menyebutkan setidaknya 19.477 hektare konsesi PT Pesona habis terbakar  pada musim kemarau 2019. Pihak perusahaan dianggap lalai dan pihak kepolisian Jambi melakukan penyidikan atas kasus kebakaran tersebut.

Akhmad Bestari, Kepala Dinas Kehutanan Jambi, yang juga Ketua Harian Tim Restorsi Gambut Daerah (TRGD) di Jambi, dalam sebuah diskusi daring dengan Walhi Jambi menyebutkan, perbatasan Jambi dengan Sumatra Selatan merupakan daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Tercatat, di wilayah tersebut terjadi kebakaran berulang, terutama di konsesi HPH PT Pesona dan PT Putra Duta Indah Wood (PDIW).

“Di areal dua HPH ini sering terjadi kebakaran berulang, ini yang jadi concern kita. Pascakebakaran 2019, dua HPH ini sudah tidak aktif lagi. Kami sudah melaporkan ke kementerian agar dievaluasi. Karena di dua areal inilah yang rawan terbakar,” katanya.

Diketahui bahwa PT Pesona mengantongi SK Menhut No. SK.674/Menhut-II/2010 tanggal 8 Desember 2010 dengan luas izin konsesi mencapai 21.315 hektare.

Data yang dirilis KKI Warsi menunjukkan sepanjang 2019 terpantau 30.137 titik hotspot dan luas kebakaran lahan mencapai 157.139 hektare. Sebanyak 20 konsesi perusahaan mengalami kebakaran berulang pada 2015 dan 2019, termasuk PT Pesona.

 

Pembalakan liar

Api yang membakar di wilayah konsesi PT Pesona dicurigai berasal dari aktivitas ilegal di dalamnya. Aksi pembalakan liar ini sudah berjalan sebelum PT Pesona mendapatkan izin HPH pada 2010, tetapi aktivitasnya meningkat setelah kebakaran pada 2019. Masifnya pembalakan liar semakin memperburuk kondisi gambut dan membuatnya rawan terbakar.

Menurut keterangan warga Desa Betung, tidak kurang 300 orang berada dalam PT Pesona dan terus menggerogoti hutan yang tersisa. Para pelakunya bukan hanya warga lokal, tetapi melibatkan puluhan pendatang dari Lampung dan Sumatra Selatan.

Ia mengaku, ada 20 orang kampung yang kini menjadi pemodal, lainnya dari Sumatra Selatan.“Kalau orang Lampung itu jadi tukang gesek (gergaji) bae. Soalnyo dio rapi gesekannyo,” kata seorang warga yang tak ingin disebut namanya.

Dalam seminggu, para pembalak bisa menghasilkan ratusan kubik kayu curian. Kayu itu kemudian dikeluarkan lewat kanal perusahaan menuju Sungai Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Kayu-kayu ini kemudian dikirim ke bangsal-bangsal di Muaro Jambi dan Kota Jambi. Sebagian dikirim ke galangan kapal yang ada di sekitar Sungai Kumpeh.

Bertahun-tahun pembalakan terjadi di Pesona, tetapi upaya penegakan hukum selama ini masih belum maksimal. Akibatnya pembalakan liar terus berlanjut dan mengancam ekosistem gambut.

Kepala Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan, Provinsi Jambi, Donny Osmond, mengaku pada September 2020 lalu telah melakukan razia gabungan dengan melibatkan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Gakkum, Polda Jambi dan Korem 042/Garuda Putih. Hasilnya, tiga pekerja pembalakan liar ditangkap di kawasan PT Pesona, dan telah ditetapkan sebagai tersangka.

“Kasusnya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Muaro Jambi,” katanya via WhatsApp.

Ia menyebutkan, akan ada operasi lanjutan untuk memberantas aktivitas ilegal di kawasan izin konsesi PT Pesona dan akan melibatkan stakeholder lain. Namun, pihaknya terkendala anggaran dan harus menunggu pengesahan anggaran baru tahun 2021.

 

Tak lakukan restorasi

Awal Desember 2020 lokasi izin konsesi PT Pesona terendam banjir. Menurut keterangan warga, kawasan gambut yang dibebani izin HPH itu kerap banjir saat musim hujan dan kering saat kemarau.

Beberapa titik sekat kanal yang dibangun untuk menjaga ketinggian air telah rusak dan sebagian habis terbakar. Pantau Gambut tidak melihat adanya menara pantau, juga upaya revegetasi yang dilakukan perusahaan untuk merestorasi gambut. Hanya ada hamparan luas bekas kebakaran dengan kayu-kayu meranggas.

Rudiansyah, Direktur Eksekutif Walhi Jambi, mengatakan, PT Pesona itu sudah lima tahun tidak mengurus rencana kerja tahunan. Penelusuran Pantau Gambut, terakhir PT Pesona mengurus izin RKT tahun 2016.

Kata Rudi, hampir setiap tahun lahan milik PT Pesona dan PT PDIW terbakar. Namun, kebakaran paling luas terjadi pada 2015 dan 2019. “Perusahaan ini (PTPesona dan PTPDIW) tidak siap beroperasi, satu pun infrastruktur pengendalian karhutla tidak dimiliki, baik itu sarana dan prasarana, maupun sumberdaya manusianya. Apalagi restorasi (gambut), sama sekali tidak dilakukan perusahaan,” katanya.

Pihaknya mendorong pemerintah untuk menindak tegas dua perusahaan tersebut, sebab dikhawatirkan akan memicu kebakaran berulang. “Ini sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Izinnya harus dicabut atau di-review secara ketat. Mana-mana mereka (perusahaan) yang tidak bisa mengendalikan kebakaran hutan harus segera dieksekusi,” kata Rudi.

Minimnya kesadaran perusahaan untuk merestorasi gambut dapat memicu berulangnya bencana karhutla dan kabut asap terus-menerus. Terlebih kondisi gambut di Jambi saat ini telah rusak karena banyak dibebani izin konsesi. Data Walhi Jambi menyebutkan 70 persen dari total 617.562 hektare lahan gambut di Jambi telah dibebani izin konsesi perkebunan sawit hingga Hutan Tanaman Industri.

Feri Irawan, Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut Jambi, mengatakan, pembangunan kanal di konsesi perusahaan yang jumlahnya ribuan membuat gambut kering dan rusak. Dampaknya, lahan pertanian warga di sekitar konsesi mengalamibanjir berkepanjangan pada saat musim hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau. Kasus kebakaran yang terus berulang, terutama di kawasan gambut konsesiperusahaan menjadi catatan buruk yang harus segera dievalusi pemerintah.

“Pemerintah harus melakukan evaluasi menyeluruh dan bertindak tegas. Perusahaan-perusahaan yang lalai dan mengabaikan tanggung jawabnya harus dicabut agar masalah karhutla tidak terus berulang,” katanya.

 

Kendala Restorasi

Setidaknya ada 20 konsesi perusahaan yang mengalami kebakaran berulang pada 2019. Dalam catatan Walhi Jambi, sebanyak 7 perusahaan disegel Gakkum KLHK, dan 12 perusahaan diselidiki pihak kepolisian Jambi terkait karhutla, dimana PT Pesona dan PT PDIW termasuk diantaranya. Dua perusahaan, yakni PT MAS dan PT Dewa Sawit Sari Persada akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.

Hasil pantauan Walhi di lapangan pada 7 perusahaan yang masuk dalam peta indikatif restorasi (PIR) gambut yakni PT Bara Eka Prima, PT Puri Hijau Lestari, PT Ricky Kurniawan Kertapersada II, PT Jambi Batanghari Plantation, PT Sumbertama Nusa Pertiwi, PT Metro Yakin Jaya, PT Kaswari Unggul, tidak semua memiliki sekat kanal, tidak memiliki menara pantau, sarpras yang memadai, sehingga rawan kebakaran berulang.

Bambang Yulisman, Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan, Dinas Kehutanan, Provinsi Jambi, mengaku kesulitan memantau restorasi gambut di dalam konsesi perusahaan karena keterbatasan kewenangan.

“Kita itu hanya bisa menyarankan, eksekusinya (restorasi) tetap pemegang izin,” katanya.

Menurutnya,kebakaran yang terus berulang diakibatkankarena pemulihan gambut tidak dilakukan secara menyeluruh dalam satu KHG. “Di sini (luar konsesi) direstorasi tapi di dalam konsesi tidak, kan akhirnya tetap ada yang bocor. Harus satu kesatuan, kalau direstorasi perusahaan harus ikut,” kata Bambang.

Meski demikian, hingga akhir 2020, Bambang mengklaimbahwaPemerintah Provinsi Jambitelah berhasil melakukan restorasi seluas 200.772 hektare dari total 617.562 hektare lahan gambut di Jambi yang ditargetkanmenjadi wilayah restorasiolehBadan RestorasiGambut (BRG).

Dia mencontohkan, sekat kanal yang dibangun di kawasan gambut di Tahura Orang Kayo Hitam dalam KHG Sungai Kumpeh-Air Hitam telah berhasil membuat gambut menjadi basah meski tetap terbakar pada musimkemarau2019.

“Pada 2019 memang terbakar, tapi atasnya saja tidak sampai bawah kayak 2015. Karena gambutnya sudah basah, kita lakukan sekat kanal di beberapa titik dan ada yang pakai beton jadi tahan lama,”katanya.

Hingga pertangahan 2020, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi telah membangun sekat kanal sejumlah 418 unit sebagai upaya pembasahan lahan agar tidak rentan terbakar. Sebanyak 466 sumur bor juga dibangun untuk membantu pemadaman saat terjadi karhutla.

Dukung Kami

Bagikan informasi ini kepada keluarga dan teman-temanmu.