Oleh Pantau Gambut
dari www.pantaugambut.id

Selain wajib menjalankan komitmen perlindungan gambut yang telah digulirkan pemerintah, sektor perusahaan juga memiliki sejumlah komitmen terkait pengelolaan lahan yang lestari.

Adapun beberapa komitmen perusahaan terkait pengelolaan lahan gambut lestari seperti Sustainability Forest Management Policy (APRIL GROUP), Forest Conservation Policy (Asia Pulp and Paper), dan No Deforestation, No Peat, No Exploitation Policy (Wilmar, Musim Mas, Golden Agri Resources, Royal Golden Eagle, Salim Group, dll).

Selain itu, perusahaan juga berkomitmen secara sukarela (voluntary) dalam rangka meningkatkan jangkauan pasar melalui berbagai macam sistem sertifikasi, seperti:

1. Forest Stewardship Council (FSC) 

Sertifikasi FSC memberikan kepastian bahwa produk yang digunakan berasal dari hutan yang dikelola dengan baik yang memberikan manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi. FSC mengembangkan 2 jenis sistem sertifikasi yaitu:

  • Forest Management Certification, atau Sertifikasi Pengelolaan Hutan. Sertifikasi ini memastikan bahwa praktik pengelolaan hutan yang dilakukan oleh pengelola konsesi atau pemilik lahan telah memenuhi standar pengelolaan hutan yang bertanggung jawab, yaitu keseimbangan aspek Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi.
  • Chain of Custody Certification, atau sertifikasi lacak balak (berlaku untuk produsen, prosesor dan pedagang hasil hutan bersertifikat FSC). Sertifikasi lacak balak berfungsi untuk memastikan bahan baku kayu yang digunakan berasal dari hutan yang bersertifikat FSC dan di sepanjang rantai produksi bahan baku FSC tidak tercampur dengan bahan baku lain yang tidak bersertifikat.

2. Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC)

IFCC adalah organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan pengelolaan hutan lestari di Indonesia, melalui penerapan sertifikasi kehutanan yang bertolak ukur pengelolaan hutan lestari berdasarkan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC). Produk-produk yang dikeluarkan dengan adanya label PEFC/IFCC membuktikan bahwa bahan baku produk tersebut berasal dari hutan yang dikelola secara lestari. 

3. Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) 

RSPO merupakan asosiasi nirlaba yang menyatukan para pemangku kepentingan dari tujuh sektor industri minyak sawit, yaitu produsen kelapa sawit, pemroses/ pedagang kelapa sawit, produsen barang konsumen, pengecer, bank/investor, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan serta LSM sosial. Dengan tujuan untuk mempromosikan praktik produksi minyak sawit berkelanjutan yang membantu mengurangi deforestasi, melestarikan keanekaragaman hayati, dan menghargai kehidupan masyarakat pedesaan di negara penghasil minyak sawit. 

RSPO menjamin bahwa tidak ada hutan primer baru atau kawasan bernilai konservasi tinggi lainnya yang dikorbankan untuk perkebunan kelapa sawit, bahwa perkebunan menerapkan praktik terbaik yang berterima, dan bahwa hak-hak dasar dan kondisi hidup jutaan pekerja perkebunan, petani kecil, dan masyarakat asli dihargai sepenuhnya. 

Roundtable telah menciptakan dua sistem sertifikasi berdasarkan Principle & Criteria RSPO: satu untuk memastikan minyak sawit diproduksi secara berkelanjutan, dan satu untuk memastikan keintegritasan perdagangan minyak sawit berkelanjutan di mana minyak sawit yang dijual sebagai minyak berkelanjutan sesuai dengan minyak sawit yang diproduksi di perkebunan bersertifikasi.*

*TULISAN INI SEBELUMNYA DIPUBLIKASIKAN PADA TANGGAL 3 JUNI 2021 DI MEDIA ONLINE TEMPO.CO

Dukung Kami

Bagikan informasi ini kepada keluarga dan teman-temanmu.