Oleh Pantau Gambut
dari www.pantaugambut.id

Sejumlah warga di wilayah Jambi merasa terganggu dengan keberadaan sekat-sekat kanal di sekitar kebun mereka. Mereka merasa sekat-sekat kanal yang merupakan bagian program restorasi 2 juta hektar lahan gambut ini dibangun tanpa melibatkan mereka dan tanpa persetujuan dari mereka sebagai pemilik lahan yang terdampak.

Rasa kesal jelas terlihat di wajah Sabri saat dia menceritakan apa yang terjadi pada tanaman pinang yang ditanamnya sejak 3 tahun lalu. Sudah lebih dari sebulan terakhir, tanaman pinang milik Sabri terlihat tidak sehat, daun-daunnya menguning dan berbintik-bintik coklat.

Sabri adalah salah satu warga pemilik kebun pinang di RT 07 Desa Sungai Terap, Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Desa ini menjadi lokasi pembangunan sejumlah sekat kanal yang menjadi bagian dari program restorasi 2 juta hektar lahan gambut. Tanaman pinang mulai menguning tak lama setelah sekat-sekat kanal dibangun dan membendung air di parit di sekitar kebun.

“Pengetahuan berkebun kami hanya berdasarkan pengalaman. Yang kami pahami, pinang menguning karena air terlalu banyak di parit dan tidak mengalir,” kata Sabri.

Pinang memang merupakan salah satu komoditas penting penunjang perekonomian warga di wilayah Jambi. Buah ini sudah diekspor ke beberapa negara, seperti India, Pakistan, dan Bangladesh.

Saat ini ada 7 sekat kanal yang telah dibangun di wilayah Sungai Terap. Sekat-sekat ini dibangun dengan jarak masing-masing sekitar 200 meter. Sayangnya, sekat-sekat ini dibangun saat musim hujan, sehingga jumlah air yang tertahan melebihi perkiraan.

Pembangunan sekat kanal merupakan salah satu metode pembasahan lahan gambut. Tujuan dari sekat kanal ini adalah menahan air agar lahan gambut tidak kering dan mudah terbakar. Program restorasi 2 juta hektar lahan gambut di 7 provinsi dicetuskan pemerintah untuk mencegah terulangnya kebakaran hebat seperti pada tahun 2015. Ketujuh provinsi tersebut adalah Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua.

Meskipun merupakan program nasional, kegiatan restorasi gambut saat ini turut melibatkan masyarakat melalui skema swakelola. Dalam skema ini, lembaga Kelompok Masyarakat (Pokmas) dapat mengajukan diri untuk melakukan pembangunan infrastruktur restorasi seperti sekat kanal dan sumur bor atau melaksanakan program revitalisasi perekonomian masyarakat. Sekat-sekat kanal di Sungai Terap ini juga dibangun oleh Pokmas.

“Saya dulu orang pertama yang tinggal di desa ini dan membuat parit agar air mengalir dan kami dapat berkebun pinang di lahan ini. Tapi, sekat sekarang dibangun tanpa persetujuan saya dan pemilik kebun lain di sekitar parit,” tambah Sabri, yang telah tinggal di desa ini sejak 1964.

Rohmat Sobari, yang juga merupakan salah satu warga Sungai Terap, menuturkan perwakilan Pokmas pernah mengadakan pertemuan dengan warga sebelum sekat dibangun. Waktu itu, menurut Rohmat, Pokmas meminta warga menandatangani kertas berisi persetujuan ikut bekerja tapi bukan untuk persetujuan pembangunan sekat kanal di wilayah desa itu.

Tanda tangan itu kini disalahartikan.

“Sekarang saat kami mempertanyakan keberadaan sekat-sekat yang mengganggu kebun kami, mereka menunjukkan tanda tangan warga itu,” ujar Rohmat.

Warga telah menyampaikan keluhan mereka kepada kepala desa. Badan Restorasi Gambut (BRG) juga telah melakukan kunjungan dan inspeksi langsung ke Sungai Terap.

Solusi yang diajukan adalah sekat kanal yang saat ini ada akan diganti dengan sekat yang memiliki pintu buka tutup sehingga warga tetap bisa mengendalikan air jika debit terlalu tinggi dan bisa mengganggu tanaman. Namun, solusi ini baru akan dijalankan setidaknya sebulan ke depan.

“Kami sudah tidak tahu harus bagaimana. Sebulan bisa jadi terlalu lama. Jika tidak ada tindakan segera, pinang-pinang kami tidak akan bertahan,” keluh Rohmat.


 

Dukung Kami

Bagikan informasi ini kepada keluarga dan teman-temanmu.