Rembuk Daerah Papua Barat
Oleh Simpul Jaringan Pantau Gambut Papua BaratKebun Raya Sriwijaya mengalami kebakaran hebat pada musim kemarau tahun 2019. Penyebabnya, kebun yang digagas oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Sumatra Selatan ini kekurangan tenaga terlatih dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran lahan. Selain itu peralatan pemadam juga belum memadai sehingga ketika api mulai masuk, petugas tidak bisa berbuat banyak.
Api pertama kali diketahui masuk ke dalam KRS pada pagi menjelang siang hari. Dalam pantauan lapangan, ada beberapa titik bekas lahan terbakar di sebelah timur dan utara kebun raya. Lahan tersebut berupa tanaman kelapa sawit dan karet usia produktif. Saat ini di lokasi yang berada di jalan lintas Kebun Raya-Persimpangan desa Kayuara Batu masih dipasang garis polisi oleh penyidik dari Polres Ogan Ilir. Namun, Zulkarnaen yang merupakan kepala Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB) Kebun Raya Sriwijaya (KRS) tidak berani menduga asal muasalnya api.
Pihak pengelola Kebun Raya Sriwijaya mengakui tidak menyangka kebakaran bisa menghanguskan hingga 26,72 hektare kebun. Pasalnya, dua hari sebelumnya Minggu, 8 September 2019 titik api belum ditemukan di sekitar kebun raya. Kebakaran hutan dan lahan baru berlangsung di sekitar Desa Parit, Suak Batok. Lokasi tersebut berjarak masih belasan hingga puluhan kilometer dari KRS.
Zulkarnaen mengatakan pihaknya sudah memiliki 24 orang personil yang terdiri atas 7 Aparatur Sipil Negara (ASN) dan 17 tenaga kontrak yang difungsikan sebagai tenaga pemadam dan pencegah kebakaran lahan dan hutan. Hanya saja diakui oleh oleh Zulkarnaen sejak dibentuknya Masyarakat Peduli Api (MPA), para pekerja kontrak ini belum sama sekali menerima pelatihan layaknya seorang pemadam professional. “MPA bentukan kebun raya perlu diberi pelatihan. Kami sudah berulang kali mengusulkan untuk diberi pelatihan tapi belum ada realisasi,” katanya.
Menurut Zulkarnaen, MPA dibentuk setelah terjadi kebakaran pada tahun 2016. Seharusnya ia telah memiliki anak buah yang terlatih untuk menghadapi ancaman api baik dari dalam kebun sendiri maupun dari lahan konsesi di sekitar kebun. Ia menjamin, jika sudah terlatih dan memiliki alat memadai maka api bakal cepat di padamkan. Ia juga menuturkan pada Minggu 8 September saat kebun raya terbakar, Helikopter bom air terbilang telat tiba di lokasi dan mobil pemadam baru sampai di lokasi beberapa jam setelah api menjalar. “Awal memadamkan api dengan cara manual yaitu menggunakan kayu dibantu mesin pompa robin. Karena kurangnya pelatihan menyebabkan selang pompa terbakar,” ujarnya.
Sebenarnya KRS juga sudah memiliki sekitar 16 sumur bor di dalam kawasan, namun hanya 2 unit saja yang berfungsi sehingga menyebabkan penanganan dalam hal kebakaran dibilang lambat.
Penulis mengunjungi dua sumur bor yang masih berfungsi normal dan juga satu yang sudah rusak. Kedua sumur bor yang masih berfungsi berada persis di belakang perkantoran KRS dan di dalam kebun pembibitan.
Nopriadi S. Hut, Kepala seksi Konservasi Ex-Situ, Kebun Raya Sriwijaya merinci, lahan terbakar meliputi 2 hektare semak belukar dan 24,72 hektare lahan yang sudah ditanam berbagai jenis pohon. Setiap hektare kebun yang terbakar sudah ditanami 833 batang pohon. Bila dikalikan luas kebun terbakar dengan jumlah pohon yang sudah ditanam, maka akan didapat angka sekitar 20.591 pohon yang hangus terbakar. Vegetasi yang terbakar meliputi tanaman dengan usia 1-4 tahun meliputi Gelam, Jelutung, Pulai darat, Pulai rawa, Tembesu, Surya Belangerang, Medang Labu, dan Beriang. “Kami berharap program konservasi akan terus berlanjut meskipun ada puluhan hektare yang terbakar,” katanya.
Dengan kejadian tersebut dia mengakui bila kedepan pihaknya harus menguatkan kemampuan personil MPA yang saat ini baru tersedia personil belasan orang tanpa dilengkapi kemampuan mengoperasikan alat dan belum mahir membaca arah mata angin. Dia juga berharap, kedepannya sumur bor dapat beroperasi normal sehingga dapat melakukan penyiraman dan pembasahan lahan yang rawan terbakar. Selain itu kanal primer, sekunder dan tersier juga harus dilakukan normalisasi secara total.
"Yang kami butuhkan kedepannya adalah pompa apung, normalisasi kanal, pelatihan personil MPA dan penguatan sistem pencegahan secara dini," ujarnya.