Hutan Gambut Senepis Hancur, Kekeringan Landa Warga Jumrah
Oleh Zamzami ArlinusMenikmati lahan gambut bukan hanya menikmati hamparan emas karbon yang membentang luas, tapi juga menikmati semesta dengan kekayaan flora dan fauna. Saat datang ke Taman Nasional Sebangau, Tim Pantau Gambut beberapa kali bertemu pandang dengan beberapa jenis binatang dan tumbuhan yang mungkin tidak bisa kami temui di tempat lainnya.
Banyaknya flora dan fauna langka yang hidup di lahan gambut dipengaruhi oleh karakteristik lahan gambut yang merupakan ekosistem unik dengan pH asam, miskin hara, bahan organik yang tebal, dan selalu terendam air. Itulah sebabnya, hanya flora dan fauna tertentu yang mampu beradaptasi dalam kondisi tersebut.
Studi mengenai keanekaragaman vegetasi di lahan gambut sebenarnya telah dilakukan sejak dulu, yakni sejak zaman kolonialisme Belanda oleh Ijzerman pada tahun 1895. Lahan gambut memiliki keanekaragaman vegetasi yang tergolong rendah jika dibandingkan dengan hutan hujan tropis pada umumnya. Namun, karakteristik spesiesnya lebih tinggi dibandingkan ekosistem lahan kering pada zona biogeografi yang sama. Keanekaragaman vegetasi pada lahan gambut berkaitan erat dengan formasi lahan gambut. Semakin tebal gambut, semakin sedikit jenis vegetasi yang tumbuh di atasnya. Hal ini disebabkan oleh pasokan hara yang hanya diperoleh dari air hujan.
Keanekaragaman vegetasi paling beragam terletak pada lahan gambut yang dangkal, yang sering disebut mixed forest.
Habitat ini terdiri atas pohon-pohon kayu besar dan tumbuhan bawah yang lebat. Habitat ke arah kubah gambut sering disebut deep peat forest dengan keanekaragaman vegetasi yang lebih rendah. Habitat lainnya terletak pada kubah gambut dan biasa disebut padang forest dengan keanekaragaman vegetasi yang sangat sedikit yaitu hanya terdiri atas pohon-pohon yang berukuran kecil dengan tingkat kerapatan yang rendah.
Beberapa jenis tanaman asli yang dapat ditemukan di lahan gambut adalah ramin (Gonystylus Bancanus), jelutung rawa (Dyera Costulata), punak (Tetramerista Glabra), bungur (Lagerstroemia Speciosa), dan meranti rawa (Shorea Pauciflora).
Selain flora, lahan gambut juga menyimpan kekayaan berupa ragam fauna yang terdiri atas fauna terestrial (binatang yang hidup di darat) dan fauna akuatik (binatang yang hidup di air). Berdasarkan data WWF pada tahun 2009 yang dipublikasikan CIFOR.org, tercatat sebanyak 35 spesies mamalia, 150 spesies burung, dan 34 spesies ikan ditemukan di lahan gambut. Beberapa fauna tergolong ke dalam spesies endemik dan dilindungi, seperti halnya buaya sinyulong, langur, orang utan, harimau Sumatera, dan beruang madu.
Sementara itu, pusat keanekaragaman hayati tertinggi lahan gambut Indonesia berada di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah. Tercatat sebanyak 808 jenis flora, 35 jenis mamalia, 182 jenis burung, dan 54 spesies ular terdapat di wilayah tersebut. Sayangnya, tingkat kerentanan dan ancamannya pun terbilang tinggi karena banyaknya lahan gambut yang diubah menjadi lahan perkebunan dan pemukiman, serta kegiatan lain yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Tingginya tingkat kerentanan dan acaman tersebut berdampak pula pada kelestarian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia menerbitkan PP No 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut menjadi penting bukan hanya karena peran ekologis semata, melainkan juga peran ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat setempat.
Masyarakat banyak bergantung pada lahan gambut karena keanekaragaman hayati yang dimilikinya menjadi mata pencaharian sekaligus sumber penghidupan masyarakat. Dari lahan gambut, masyarakat dapat memperoleh hasil tani berupa produk kayu dan nonkayu, hasil tangkapan berupa ikan, jamur, tanaman obat-obatan, serta lebah hutan penghasil madu yang dapat memenuhi kebutuhan pangan mereka.
Oleh sebab itu, mari kita dukung penertiban perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut untuk kehidupan flora dan fauna yang lebih terjaga dan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera!