Mengurai Sengkarut Lahan Gambut di Jambi
Oleh Feri IrawanPada puncak musim kemarau masyarakat yang tinggal di area rawan karhutla di Jambi harus bersiaga di tengah pandemi Covid-19. Sejumlah upaya pencegahan karhutla telah dilakukan pemerintah terkait. Namun, titik api masih saja terdeteksi di sejumlah wilayah. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat pemerintah setempat akan kewalahan jika dua bencana menjadi tidak terkontrol.
Memori kelam karhutla 2019
Belum hilang dari ingatan Rudi bagaimana langit di Kecamatan Sadu 2019 lalu gelap dan merah. Kini api kembali muncul dan membuatnya cemas. Lahan gambut di Desa Sungai Sayang, Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur terbakar di awal kemarau tahun ini. Hanya berjarak beberapa kilometer dari rumah Rudi, asap tebal kembali terlihat mengepul pekat ke langit. Ia khawatir bencana kabut asap yang dulu mencekik napasnya akan kembali terulang.
Saat itu api seperti kesetanan, bergerak liar dan membakar ribuan hektar lahan gambut Desa Sungai Remu Baku Tuo, Sungai Sayang, Sungai Jawi, Simpang Datuk hingga Rantau Rasau. Motornya pun ikut remuk dilalap api, hanya tinggal rangka yang tersisa.
Rudi mengatakan pada saat itu dia berniat mencari ikan di dalam Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS). Motor ditinggal di semak tepi tanggul yang membentengi hutan dengan sawah warga Simpang Datuk. Di tengah terik, api tiba-tiba menyala dan membakar hutan yang tersisa mengeliling tempat di mana Rudi berdiri. Di tengah kepanikan, dia hanya bisa diam mematung.
“Api itu terbang-terbang. Dikiro sudah mati, tibo-tibo hidup lagi,” katanya. Tapi saat itu Rudi masih beruntung, dia selamat meski motornya hancur terbakar
Ahmad Tang, rekan Rudi yang juga sedang mencari ikan bersamanya menjadi korban akibat tercekik kabut asap. Kabar yang beredar, warga Desa Sungai Jambat itu menderita asma akut, dan kambuh saat terjebak dalam kebakaran hutan.
Wilayah Tanjung Jabung Timur yang memiliki luas lahan gambut lebih dari 181 ribu hektare sangat rawan kebakaran. Pada 2019, hutan Lindung Gabut Londrang yang ada di wilayah tersebut habis terbakar. Hutan lindung gambut seluas 12.848 hektar itu merupakan yang terluas di Provinsi Jambi. Kawasan tersebut juga bagian dari Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Mendahara-Sungai Batanghari mencakup wilayah Kota Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi.
Data KKI Warsi menunjukkan sepanjang 2019 terdeteksi 30.947 titik panas di Provinsi Jambi. Jumlah ini 13 ribu lebih rendah jika dibanding titik panas tahun 2015. Sedangkan untuk total luasan area terbakar, 157.137 hektare hutan dan lahan di Jambi habis terbakar 2019 lalu dan diprediksi menyebabkan kerugian lingkungan hingga Rp12 triliun.
Ancaman bencana asap di tengah pandemi
Di temui terpisah, Abdullah nyaris terkapar. Dadanya sesak dan seluruh badannya terasa lemas serta sendi-sendinya ngilu. Ia sesak napas bukan karena kabut asap, tetapi virus corona. Hasil tes usap yang dilakukan menunjukkan dia positif Covid-19. Di tengah kondisinya yang sulit bernafas, Abdullah khawatir terjadi kebakaran hutan dan lahan saat kasus Covid-19 di Jambi masih belum terkendali.
Menurut Abdullah, pasien Covid-19 akan semakin berisiko bila bencana kabut asap terjadi. Abdullah berharap pemerintah bisa lebih sigap dan menyiapkan ruang-ruang isolasi khusus untuk pasien Covid-19 guna mengantisipasi lonjakan kasus dan ancaman kabut asap.
“Ketersediaan oksigen harus diperhatikan. Bila covid dan kabut asap terjadi bersamaan, permasalahannya akan sangat serius,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi Jambi telah menetapkan status siaga darurat karhutla sejak 23 Maret 2021 lalu hingga akhir puncak musim kemarau yang diperkirakan akan berlangsung hingga Oktober mendatang.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jambi mencatat setidaknya lebih dari 25 hektar lahan di PT Pelita Group terbakar, Rabu (4/8/2021). Titik api juga terpantau di wilayah Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Kabupaten Sarolangun dan Merangin.
BPBD Mencatat, setidaknya ada 248 desa dan tiga kabupaten yang masuk wilayah rawan karhutla. Diketahui Kabupaten Muaro Jambi, Tanjung Jabung Timur serta Tanjung Jabung Barat memiliki kawasan gambut terluas di Jambi yang rawan terbakar.
Feri Irawan, Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut Jambi khawatir terjadi bencana kabut asap di tengah masa pandemi Covid-19 yang tak kunjung melandai. Ia meminta Gubernur Jambi agar fokus pada pencegahan kebakaran hutan.
Feri menyebut, kawasan gambut di Kabupaten Muaro Jambi, Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat telah rusak akibat dibebani izin konsesi untuk perkebunan kelapa sawit, HTI, HPH dan izin lainnya.
Data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi tahun 2019, menyebutkan sekitar 70 persen dari total 751 ribu hektar lahan gambut di Jambi telah dibebani izin konsesi perkebunan kelapa sawit dan HTI.
Ratusan kanal dibuat perusahaan untuk mengeringkan gambut. Hasilnya, tak sedikit kubah gambut rusak dan kini rawan terbakar. Lebih 154 ribu hektar lahan terbakar pada 2019, dan 60 persennya merupakan kawasan gambut. Ia menekankan seharusnya kegiatan restorasi gambut berupa pembasahan lahan harus segera dilaksanakan oleh perusahaan. Kegiatan pembasahan gambut merupakan salah satu upaya pencegahan karhutla yang paling efektif jika dibandingkan pemadaman api secara manual.
“Hasil penelurusan lapangan kami menunjukkan bahwa 77% infrastruktur tidak ditemukan di lapangan dari 48 titik sampel yang telah ditentukan pada 8 perusahaan di Jambi” ungkapnya.
Antisipasi Puncak Karhutla
Dalam sebuah rapat virtual, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya meminta semua pihak untuk memantau titik panas yang muncul di wilayah rawan karhutla.
Dia menekankan, patroli terpadu dengan melibatkan masyarakat juga perlu diperkuat sebagai suatu sistem pertahanan untuk mengendalikan karhutla sedini mungkin. Sejauh ini, telah tercipta sebanyak 185 posko desa dengan jangkauan hingga 555 desa di sekitar posko.
Secara implisit, Siti meminta untuk terus dilakukan penguatan kapasitas pada kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA), yang kini juga telah ditambah dengan kelompok paralegal—kelompok masyarakat yang dilatih agar berkesadaran hukum akan pentingnya menjaga alam dari api dan selanjutnya dilibatkan dalam upaya pencegahan dan pengendalian karhutla.
Dia menyebut, total jumlah MPA-Paralegal di seluruh Indonesia sebanyak 12 kelompok pada tahun 2020 dan tengah diusulkan penambahannya pada tahun 2021 sebanyak 28 kelompok. Sehingga pada akhir tahun ini, diharapkan dapat terbentuk sebanyak 40 kelompok MPA-Paralegal.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya karhutla adalah dengan memanfaatkan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk menciptakan hujan buatan di wilayah rawan karhutla.
Sementara terkait penegakan hukum, POLRI telah mengembangkan sistem terkait dengan pidana. KLHK juga memiliki pola penegakan hukum yaitu dengan memberikan peringatan kepada perusahaan pemilik kebun sawit dan sebagainya apabila muncul titik panas di lokasi usahanya.
Feri irawan menambahkan bahwa segala upaya yang sudah disebutkan di atas akan efektif jika Pemerintah konsisten memulihkan kerusakan ekosistem gambut tanpa kompromi dan mencegah terjadinya kegiatan pengeringan lahan gambut yang menyebab rentan terbakar. Pemerintah perlu melakukan antisipasi penuh, sebab musim kemarau saat ini di tengah masa pandemi Covid-19.
“Akan lebih bermanfaat jika Gubernur Jambi yang baru ini fokus saja kepada pencegahan kebakaran hutan, jangan dulu sibuk bicara Food Estate dan proyek lainnya, keselamatan rakyat Jambi lebih penting,” katanya