Menyelamatkan Anggrek Gambut Muaro Jambi
Oleh Yitno SupraptoUpaya penanggulan kebakaran hutan saat perhelatan Asian Games di Palembang, Sumatera Selatan, berlangsung relatif baik. Koordinasi antar instansi, juga perusahaan selama kurun waktu 2 minggu patut diapresiasi. Namun bagaimana setelah Asian Games usai? Titik api dan kabut asap menjalar ke provinsi tetangga Sumatera Selatan, termasuk Riau.
Asian Games dengan segala pengetatan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) berlangsung relatif baik, meski beberapa lokasi tetap membara karena api. Musim hujan yang mulai terjadi di beberapa wilayah nusantara membawa harapan segera hilangnya titik api. Namun, titik api justru semakin merambat ke kawasan hutan gambut dan kebun sawit di Riau di awal hingga penghujung Oktober. Kabut asap tipis dan tebal pun menyelimuti sejumlah daerah.
Hasil pantauan Pantau Gambut melalui sensor VIIRS NASA menunjukkan bahwa terdapat 66 titik panas sepanjang Oktober di tiga provinsi prioritas restorasi gambut di kawasan Sumatera, yaitu Sumatera Selatan, Jambi, dan Riau. Dari jumlah tersebut, 48 titik panas terpantau di Sumatera Selatan, 5 di Jambi, dan 13 di Riau. Titik panas di Riau ini cukup mengkhawatirkan karena semuanya terjadi di wilayah prioritas program restorasi 2 juta hektar lahan gambut.
Di samping data spasial, informasi di lapangan tak kalah mengkhawatirkan. Kabut asap pekat dirasakan warga Desa Kuala Cinaku, Indragiri Hulu sejak akhir September hingga awal Oktober. Seorang warga, Mawi (30), mengatakan sekitar jam 6 pagi, kabut asap membuat jarak pandang hanya sekitar 100 meter. Kondisi ini bisa berlangsung hingga jam 7 pagi.
“Ini sudah hari keempat. Awalnya api diperkirakan dari Indragiri Hilir, kabupaten sebelah. Di sana sudah sejak enam hari lalu,” ujarnya.
Mawi mengatakan api sempat menjalar hingga ke empat desa lainnya yakni Desa Tanjung Sari, Pulau Jumat, Sukajadi dan Pulau Gelang. Bahkan api sudah mendekat dan mengarah ke Suaka Margasatwa Kerumutan. Suaka Margasatwa Kerumutan adalah hutan gambut habitat penting harimau sumatera.
“Di Tanjung Sari, dapat info dari aparat desanya, api sudah membakar 100 hektar. Tiga heli sudah hilir-mudik,” tambah Mawi.
Tarmuzi, warga Desa Tanjung Sari yang juga mantan sekretaris desa mengatakan luasan lahan yang terbakar mencapai 700 hektar dan diperkirakan terus meluas tidak terkendali. Lahan yang terbakar umumnya kebun sawit warga dan perusahaan.
Operasi pemadaman kebakaran dari udara dan darat dilakukan. Di udara, tiga helikopter dikerahkan untuk melakukan penyiraman air di lokasi kebakaran. Tim pemadaman darat juga dilakukan oleh BPBD Indragiri Ulu dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), serta tim-tim lainnya.
“Tiga hari tiga heli nyiram di sana. Susah dipadamkan. Pertama karena itu gambut dan juga ada daerah yang jauh dari air,” katanya dihubungi dari Pekanbaru.
Warga lainnya, Rumania (35), membenarkan kabut asap dan aroma khas kebakaran hutan gambut Riau terlihat dan tercium di sepanjang perjalanannya dari ibukota Riau, Pekanbaru, menuju Kota Siak.
“Pas lewat Jalan Ferry Pinang Sebatang menuju Buatan dan sampai ke Kota Siak jelas kali terlihat kabut asap,” ujarnya.
Yanti, analis Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru menuturkan bahwa saat ini hanya bagian Barat dan Utara Riau saja yang sudah mulai hujan. Sementara bagian selatan masih kering. Dengan demikian titik api yang kini berkobar di Indragiri Hilir dan Hulu masih menjadi tantangan untuk dipadamkan.
“Masih kering. Ini harus diwaspadai terjadinya kebakaran hutan dan lahan di bagian selatan Riau. Musim hujan akan mulai terjadi di sini pada dasarian dua dan tiga Oktober,” ujarnya.
Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau jgua mencatat bahwa dari delapan unit pemantau kualitas udara yang dilaporkan, terdapat dua unit yang menunjukkan tidak sehat yakni Siak dan Duri Camp (Bengkalis). Sementara lima lainnya tingkat sedang dan satu di Rumbai, Pekanbaru menunjukkan kualitas udara baik.