Menyelamatkan Anggrek Gambut Muaro Jambi
Oleh Yitno SupraptoTransparansi kegiatan restorasi gambut di area konsesi menjadi salah satu hambatannya. Sesuai dengan pasal 5 (c) Permen LHK No 16 tahun 2017, kegiatan pemulihan wajib dilakukan pemegang usaha dan/atau kegiatan di atas lahan gambut. Peran pemerintah dalam restorasi adalah menetapkan perintah pemulihan gambut terdegradasi berdasarkan hasil verifikasi lapangan, mengesahkan dokumen rencana pemulihan yang diajukan perusahaan dan melakukan supervisi serta penilaian terhadap kegiatan pemulihan yang dilakukan oleh pemegang izin konsesi.
Sepanjang periode 2015-2020, kegiatan supervisi di areal konsesi telah dilakukan oleh BRG dengan total target 1.772.712 hektare. Laporan lain oleh KLHK mengklaim sebanyak 294 perusahaan atau sekitar 3,6 juta hektare area konsesi HTI telah berhasil dipulihkan selama periode 2015-2020.
Namun demikian, belum ada transparansi mengenai kegiatan monitoring yang dilakukan di lapangan dan metode seperti apa yang digunakan untuk mengukur keberhasilan atas kegiatan restorasi yang telah dilakukan berdasarkan peraturan yang ada.
Berdasarkan hasil observasi lapangan Pantau Gambut di di area konsesi, nyatanya masih ditemukan area gambut terdegradasi yang belum direstorasi. Karenanya, sangat penting untuk dilakukan evaluasi terhadap implementasi kegiatan restorasi di area konsesi, terutama mengenai hal-hal apa yang melatarbelakangi sehingga ada konsesi yang belum melakukan kegiatan restorasi lahan gambut terdegradasi di wilayahnya.
Ini adalah tantangan bagi pemerintah untuk membangun suatu sistem yang dapat memastikan bahwa konsesi yang bersangkutan telah melakukan kegiatan restorasi sesuai dengan yang semestinya dilakukan. Oleh karenanya, desakan pemulihan gambut di area konsesi harus segera dilaksanakan dan transparansi implementasi pemulihan di area tersebut juga harus disampaikan ke publik.*
*TULISAN INI SEBELUMNYA DIPUBLIKASIKAN PADA TANGGAL 4 JUNI 2021 DI MEDIA ONLINE TEMPO.CO