Oleh Admin
dari Pantau Gambut
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) belum terlihat mengalami penurunan.
© Al Zulkifli / Greenpeace
© Al Zulkifli / Greenpeace

Sepanjang bulan September, Pantau Gambut menemukan 47.760 titik panas yang tersebar di area KHG seluruh Indonesia. Angka ini menjadi jumlah titik panas terbanyak di tahun 2023 dan lebih dari tiga kali lipat temuan titik panas dibandingkan bulan Agustus. Lonjakan angka titik panas pun belum terlihat mengalami penurunan. Provinsi dengan titik panas terbanyak dipegang oleh Kalimantan Tengah (21.559) yang kemudian disusul oleh Sumatera Selatan (12.046), Kalimantan Barat (6.308), Kalimantan Selatan (2.885), dan Papua Selatan (2.331).

 

Berdasarkan pendekatan fungsi ekosistem gambut, temuan titik panas paling banyak ditemukan di fungsi lindung ekosistem gambut dengan jumlah 24.650 titik panas (52% dari temuan total titik panas di ekosistem gambut). Banyaknya titik panas yang ditemukan di area fungsi lindung, seharusnya menjadi pukulan bagi komitmen pemerintah dalam upaya perlindungan gambut. Mengingat, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, fungsi lindung seharusnya tetap terjaga tinggi muka airnya, sehingga tidak terjadi kebakaran.

PT Sangkowong Sinta yang menjadi perusahaan dengan kerentanan karhutla terluas di KHG (Kesatuan Hidrologis Gambut) juga menjadi badan usaha dengan temuan titik panas terbanyak sepanjang bulan September (845 titik panas). Temuan ini sesuai dengan proyeksi kondisi kerentanan karhutla pada kajian Kerentanan Karhutla pada Ekosistem Gambut yang diterbitkan oleh Pantau Gambut.

Tingginya angka kebakaran yang terjadi di Pulau Kalimantan pun menyebabkan kabut asap yang mencapai Malaysia. Padahal, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution pada 2002 menyepakati komitmen penurunan angka karhutla. Juru Kampanye Pantau Gambut, Abil Salsabila menyebutkan, “Ini menjadi pertanyaan komitmen iklim pemerintah, karena pada saat yang sama, penting memperhatikan tanggung jawab korporasi dan rantai pasoknya. Hal ini terkait dengan rantai pasok perkebunan monokultur di Indonesia yang mengalir ke korporasi di Malaysia, Singapura, hingga Eropa.”

Abil menambahkan, “Pemerintah tidak boleh tutup mata pada kondisi ini. Banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan seperti pembuatan status darurat nasional, pemeriksaan dan penegakan hukum pada perusahaan yang bermasalah, melakukan komitmen restorasi, dan juga koreksi kebijakan yang mengancam ekosistem gambut.“ Direktur WALHI Kalimantan Tengah, Bayu Herinata pun menambahkan, “Saat ini sudah ada empat kabupaten/kota (Kota Palangka Raya, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Pulang Pisau, dan Kabupaten Kotawaringin) yang menetapkan status tanggap darurat karhutla. Sayangnya, status pada tingkat provinsi belum dinaikan menjadi tanggap darurat.” Padahal, beberapa daerah seperti Kotawaringin Timur telah meliburkan kegiatan belajar mengajar dari tingkat taman kanak-kanak hingga SMA selama masa tanggap darurat.

Kontak Media

Jika Anda membutuhkan panduan maupun konsultasi terkait dengan publikasi ini, Anda dapat menghubungi:
Abil Salsabila – [email protected]
Yoga Aprillianno –  [email protected]

Dukung Kami

Bagikan informasi ini kepada keluarga dan teman-temanmu.