Oleh Pantau Gambut
dari PantauGambut.id

Desa Teluk Lecah yang masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau, mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla) semenjak awal 2019 ini. Simpul Jaringan Riau melakukan kunjungan ke lokasi terbakar. Tim menemukan bahwa lahan terbakar merupakan gambut dalam dan lokasi bekas terbakar dimanfaatkan untuk penanaman sawit.

Teluk Lecah merupakan salah satu desa di Provinsi Riau yang kerap menjadi sorotan karena karhutla. Kebakaran di desa ini tidak hanya memberi dampak buruk terhadap warga sekitar tapi juga wilayah tetangga. Pasalnya, asap karhutla dari Rupat seringkali terbawa angin sehingga mengganggu Kota Dumai dan bahkan mencapai Kuala Lumpur, Malaysia. 

Menurut data yang tercatat sensor VIIRS, NASA, lima titik panas terpantau di lokasi dengan koordinat berbeda dalam wilayah Desa Teluk Lecah pada Februari dan Maret 2019. Sebelumnya, menurut catatan Pantau Gambut, sejumlah titik panas dengan tingkat kepercayaan tinggi juga terpantau di wilayah ini pada 2014 dan 2015. Sejarah karhutla pada 2014 dan 2015 inilah yang turut membuat Teluk Lecah menjadi salah satu lokasi dalam target restorasi gambut 2 juta hektar. Teluk Lecah termasuk dalam Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Pulau Rupat, bersama dengan desa-desa yang lain di dalam Kecamatan Rupat, yaitu Batu Panjang, Darul Aman, Hutan Panjang, Parit Kebumen, Pergam, Sukarjo Mesim, Tanjung Kapal, dan Terkul.

Tim Simpul Jaringan Pantau Gambut Riau, yang dikoordinir Kaliptra Andalas dan Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR), melakukan kunjungan ke wilayah Teluk Lecah pada 27 hingga 29 Maret 2019. Berdasarkan pengamatan langsung oleh tim, area di lokasi terbakar didominasi semak belukar. Salah satu cara pemadaman kebakaran di Teluk Lecah pada Januari hingga Maret 2019 ini dilakukan dengan membuat sejumlah sekat bakar dengan tujuan api tidak menyebar ke wilayah yang tidak terbakar. Menurut keterangan Pejabat Kepala Desa Teluk Lecah, Azmi, upaya pemadaman karhutla di awal tahun ini tidak hanya melibatkan masyarakat tetapi juga aparat keamanan. 

Lokasi terbakar merupakan lahan masyarakat. Namun, tim Simpul Jaringan Pantau Gambut tidak mendapat rincian atas kepemilikan lahan ini. Lokasi terbakar ini berjarak sekitar 3 km dengan perbatasan area konsesi perusahaan, yaitu PT Sumatera Riang Lestari.

Di sepanjang sisi sekat bakar, tim menemukan sejumlah tanaman kelapa sawit yang nampaknya baru ditanam. Tim juga menemukan tumpukan bibit kelapa sawit siap tanam di sekitar lokasi. Tanaman kelapa sawit baru ini terlihat di sepanjang dan sekitar titik berwarna hijau (lihat gambar pertama).

Tim Simpul Jaringan Pantau Gambut tidak dapat mengambil kesimpulan pasti apakah kebakaran di lokasi pemantauan di Teluk Lecah ini merupakan suatu kesengajaan yang ditujukan sebagai sarana membuka lahan baru untuk budidaya kelapa sawit. Akan tetapi, tim melihat pentingya perlindungan wilayah Teluk Lecah ini dari pemanfaatan lahan gambut yang tidak berkelanjutan. Pasalnya, lokasi terbakar yang akan dimanfaatkan untuk budidaya kelapa sawit ini merupakan area gambut dalam. Budidaya kelapa sawit dapat menjadi sumber ekonomi masyarakat setempat, namun pemanfaatan lahan gambut dalam untuk tanaman yang bukan merupakan tanaman endemik seperti kelapa sawit tentunya akan memberikan dampak terhadap keseluruhan ekosistem.

Tim melakukan pengukuran kedalaman gambut di 4 titik di sekitar lokasi kebakaran. Dari sampel 4 titik tersebut, gambut di wilayah ini memiliki kedalaman antara 2 hingga 6 meter.

Menurut Rencana Tindak Tahunan (RTT), KHG Pulau Rupat merupakan KHG yang menjadi prioritas kegiatan restorasi gambut untuk tahun 2018. Meski demikian, tim menemukan bahwa belum ada kegiatan restorasi yang terealisasi di Teluk Lecah, Terkul, dan Pergam.

Tim tidak melakukan pengamatan langsung terhadap kegiatan restorasi di desa-desa lain di Rupat. Namun, menurut keterangan yang diperoleh dari sejumlah Kepala Desa, belum ada kegiatan restorasi gambut di seluruh Kecamatan Rupat.

Menurut keterangan Pejabat Kepala Desa Teluk Lecah, Azmi, pada 2018 sempat ada kegiatan pengambilan titik untuk pembuatan sekat kanal di sepanjang area yang terbakar. Jumlah titik koordinat sekat kanal yang diambil adalah 101 titik. Namun, hingga akhir Maret ini belum ada kepastian apakah titik koordinat tersebut akan benar-benar dibangun sekat kanal. Sekat kanal merupakan salah satu infrastruktur pembasahan dalam program restorasi 2 juta hektar lahan gambut. Kegiatan pembasahan ini bertujuan menjaga tingkat kelembapan gambut sehingga tidak mudah terbakar.

Belum adanya realisasi kegiatan restorasi di wilayah Rupat ini perlu menjadi perhatian. Selain berdampak pada upaya Indonesia menurunkan emisi karbon, keterlambatan kegiatan restorasi gambut di wilayah perbatasan strategis seperti Rupat akan membuat Indonesia gagal memenuhi tugas dan tanggung jawab untuk tidak "mengirim" asap karhutla ke wilayah ASEAN sesuai dengan perjanjian yang telah diratifikasi pada 2014, yaitu ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP).

Dukung Kami

Bagikan informasi ini kepada keluarga dan teman-temanmu.