Pemerintah menegaskan pentingnya perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No.57 tahun 2016 yang merupakan perubahan atas PP No.71 tahun 2014. Dalam perubahan peraturan ini ada beberapa penambahan terkait masalah perencanaan, koordinasi antar lembaga, dan penegasan atas pelarangan pembukaan lahan gambut.
Beberapa perubahan yang perlu dicatat dalam PP 57 tahun 2016 ini adalah:
- Ketentuan peta fungsi ekosistem gambut provinsi dan kabupaten/kota dengan skala paling kecil 1:50.000. Pada ketentuan sebelumnya, peta untuk provinsi dengan skala 1:1000.000 dan untuk kabupaten/kota dengan skala 1:50.000
- Koordinasi beberapa kementerian yang sebelumnya tidak disebut, yaitu menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang tata ruang, bidang sumber daya air, perencanaan dan pembangunan nasional, serta menteri terkait lainnya.
- Ketentuan larangan pembukaan lahan baru. Dalam PP 57 tahun 2016 ini, setiap orang dilarang:
- membuka lahan baru (land clearing) sampai ditetapkannya zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya pada areal ekosistem gambut untuk tanaman tertentu
- membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi kering
- membakar lahan gambut atau melakukan pembiaran terjadinya kebakaran
- melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut
- Rincian aktivitas pemulihan ekosistem gambut yang rusak. PP 57 tahun 2016 ini menegaskan kegiatan-kegiatan restorasi yang dilakukan Badan Restorasi Gambut (BRG) melalui metode 3R (rewetting, revegetasi, rehabilitasi). Peraturan ini menyatakan bahwa pemulihan gambut dapat dilakukan dengan suksesi alami, rehabilitasi, restorasi, atau cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara lebih spesifik, peraturan ini menyebutkan bahwa restorasi dilakukan dengan:
- penerapan teknik-teknik yang mencakup pengaturan air di tingkat tapak
- pekerjaan konstruksi, operasi, dan pemeliharan yang meliputi penataan infrastruktur pembasahan gambut
- penerapan budidaya menurut kearifan lokal