Menakar Komitmen Calon Kepala Daerah terhadap Pelestarian Gambut
Oleh Nikodemus AleBerbagai kritik dari masyarakat sipil tertuai sejak wacana ini digulirkan hingga berjalan sampai sekarang. Ketidakpercayaan publik tentang pelaksanaan, pengelolaan, dan hasil dari pengadaan lumbung pangan ini terus saja mengemuka. Keraguan pada perlindungan lingkungan, khususnya pada ekosistem rawa gambut, hutan lindung, pencaplokan wilayah kelola sumber pangan lokal, hingga manfaat yang ditujukan, apakah benar-benar untuk kepentingan rakyat Indonesia, menjadi pertanyaan besar selama dua tahun lebih program ini berjalan.
Untuk menguraikan permasalahan sistem pangan di Indonesia beserta kondisi terbaru tentang apa yang terjadi di area-area yang menjadi lokasi Food Estate, sekaligus dalam rangka Hari Tani Nasional, pada Jumat, 23 September 2022, Pantau Gambut bersama dengan Center for Transdisiplinary and Sustainability Sciences (CTSS) Institut Pertanian Bogor, PUSAKA, WALHI Kalimantan Tengah, Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Sumatera Utara mengadakan diskusi publik yang diselenggarakan secara daring.
Para narasumber setuju jika program Food Estate menjadi kebijakan kejar tayang yang minim kajian, terburu-buru, dan bertentangan dengan azas keterbukaan dan kepastian hukum, sehingga perlu dihentikan dan dilakukan kajian lebih jauh. Permasalahan sistem pangan di Indonesia yang bersifat korporatsentris, kontradiksi Food Estate dengan komitmen penyelamatan ekosistem gambut pemerintah, hingga permasalahan sosial-budaya masyarakat lokal yang ada di Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, dan Papua, juga menjadi sorotan penting dalam diskusi publik ini.
Rekaman acara dapat diakses melalui tautan berikut.