Komitmen Restorasi Gambut oleh 11 Perusahaan Sawit dan HTI di Riau Dipertanyakan
Oleh ZamzamiMenteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya peringatkan pemerintah daerah yang di wilayahnya biasa terjadi kebakaran hutan untuk mempersiapkan upaya pencegahan. Dari data Kementerian LHK, selama Januari hingga Maret 2021, luas hutan dan gambut yang sudah terbakar sudah jauh melewati total kebakaran di periode yang sama pada tahun lalu.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mewanti-wanti daerah-daerah yang biasa terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) untuk mempersiapkan upaya pencegahan. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan luas kebakaran hutan di Indonesia dari awal tahun hingga Maret sudah mencapai 23.783 hektar yang berarti lebih luas dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yakni 19.372 hektar.
“KLHK akan merintis pemantauan hotspot secara detail dan lebih mendalam di daerah-daerah konvensional ini. Karena jika hingga awal bulan Mei terjadi dinamika karhutla yang meningkat, atau terjadi eskalasi yang berarti,” kata Menteri Siti dikutip dari ANTARA saat memimpin rapat teknis pemantapan langkah pencegahan karhutla sekaligus antisipasi di 2021, Rabu, 28 April 2021.
Pemerintah Provinsi Riau sendiri telah menetapkan status siaga kebakaran hutan dan lahan pada 15 Februari dan berlaku hingga 31 Oktober 2021. Penetapan status siaga ini setelah terdeteksinya kebakaran hutan dan lahan di empat kabupaten yakni Dumai, Siak, Bengkalis, dan Rokan Hilir.
Secara lebih detailnya, berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah dari awal tahun hingga 10 Maret 2021, setidaknya sudah 657,71 hektar lahan yang terbakar. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau mencatat kebakaran yang paling luas terjadi pada periode Januari hingga Maret 2021 adalah Kabupaten Bengkalis yakni lebih dari 200 hektar. Indragiri Hilir 122,5 hektar, Dumai 109 hektar dan Siak 72,9 hektar. Kebakaran juga terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti 35,5 hektar, Rokan Hilir 31 hektar dan Indragiri Hulu 25 hektar.
Intensitas hujan yang rendah berdampak ke potensi karhutla
Kekhawatiran Menteri Siti diperkuat oleh prakiraan dari Badan Meteorologi Geofisika dan Klimatologi (BMKG) yang menyebut bahwa La Nina di Indonesia beralih menuju apa yang disebutnya Enso Neutral pada Mei 2021 ini. Ini artinya intensitas curah hujan pada musim kemarau berkategori rendah terutama di Sumatera dan Jawa. Sehingga potensi kebakaran hutan dan lahan meningkat. BMKG menyebut potensi karhutla dengan kategori moderat dan tinggi akan terjadi di Riau, Jambi dan Sumatera Selatan pada Juni hingga September 2021.
Kepada Pantau Gambut, BMKG Pekanbaru menyebut bahwa musim kemarau di Riau pada tahun 2021 ini akan lebih kering dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2020 musim kemarau cenderung basah. Dengan demikian prakiraan iklim ini meningkatkan risiko kebakaran hutan gambut. Musim kemarau ini akan diawali pada bulan Mei hingga puncaknya Juli nanti.
Menurut Orita, analis dari UPT Stasiun Klimatologi Pekanbaru kepada Pantau Gambut beberapa waktu lalu, intensitas hujan di bagian barat dan utara Riau mulai berkurang. “Musim kemarau tersebut ditandai dengan menurunnya intensitas hujan di bagian barat dan utara Riau. Sementara kemarau akan (mulai) terjadi pada Mei di hampir semua wilayah Riau dan puncaknya pada bulan Juli,” katanya.
Meski demikian, keringnya musim kemarau tahun ini tidak sekering tahun 2015 di mana terjadi kebakaran masif di hutan dan lahan gambut. Orita juga menjelaskan, prakiraan angin
juga tidak terlalu besar sehingga potensi kebakaran hutan hebat seperti 2015 kecil kemungkinan terjadi.
Antisipasi Karhutla
Sebagai respons dari peringatan karhutla yang akan terjadi, Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Riau, Jim Gafur kepada Pantau Gambut mengatakan, tim Satgas Karhutla Riau sudah kembali diaktifkan mengingat musim hujan pada April hingga Mei ini akan berakhir. Meski demikian, bukan berarti selama musim hujan tim tidak bertugas. Sebab pemantauan titik api terus dilakukan.
“Satgas Karhutla kita aktifkan lagi. Karena kemarin musim hujan dalam posisi standby. Juni transisi (pergantian musim) akan aktif lagi. Hotspot (yang) muncul tapi (setelah kita cek) titik api belum ada,” kata Gofur awal Mei.
Tim satgas gabungan yang berjumlah 5.000 lebih anggota ini tengah menyiagakan peralatan. Ada tiga heli water bombing yang standby di Pekanbaru dan satu pesawat patroli. Baru-baru ini pihaknya menerima laporan adanya titik panas, namun ketika dipantau tidak ada kebakaran.
Guna mengoptimalkan penanganan di musim kemarau kering ini, BPBD juga menyiapkan program desa tangguh bencana dengan fokus penanganan kebakaran hutan. Ada 150 desa di tahun yang telah didata sebagai daerah yang rawan kebakaran hutan. Namun program ini akan memprioritaskan 50 hingga 60 desa.
“Insya Allah Juni pertengahan (program ini) sudah dijalankan. Sehingga pemantauan dan penanganan kebakaran hutan menjadi lebih cepat diantisipasi,” tambah Gofur.