Menganyam Purun Melestarikan Gambut
Oleh Donny MuslimBekantan (Nasalis larvatus) pernah hidup damai di Desa Buas-Buas, Kabupaten Tapin, Kecamatan Candi Laras Utara Kalimantan Selatan puluhan tahun silam. Kini, warga mengisahkan, satwa endemik berhidung mancung yang acapkali hidup di hutan gambut itu perlahan mulai terpinggirkan. Maraknya kebakaran lahan hingga masuknya perkebunan kelapa sawit menjadi pemicu berkurangnya populasi satwa tersebut.
Pertengahan Oktober 2020 lalu, Pantau Gambut berkesempatan berkunjung ke Desa Buas-Buas di pinggiran Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Dengan menggunakan sepeda motor dari Kota Banjarmasin, ibu kota Kalimantan Selatan, tim Pantau Gambut harus menempuh jarak sekitar 185 kilometer untuk sampai ke desa tersebut.
Akses menuju desa ini boleh dibilang cukup menantang. Perjalanan ditempuh dari pusat Kabupaten Tapin selama dua jam sebelum akhirnya sampai di Desa Buas-Buas. Selama perjalanan kami harus melalui jalan cor semen bergelombang, berlubang, dan sesekali melewati jembatan kayu yang mulai lapuk.
Desa Buas-Buas secara administratif berada di Kecamatan Candi Laras Utara, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan. Desa Buas-Buas memiliki luas wilayah sekitar 15.430 hektare dengan luasan gambut sekitar 578 hektare. Berdasarkan lingkungan pembentuknya, gambut yang berada di Desa Buas-Buas termasuk gambut topogen, yaitu gambut yang terbentuk di lingkungan air pasang sungai/laut.
Kebalikan dari namanya, warga masyarakat Desa Buas-Buas cenderung ramah. Ketika tiba di desa tersebut kami bertemu dengan Rafi'i, Kepala Desa Buas-Buas, yang sudah tinggal di desa tersebut selama hampir 40 tahun, sejak ia masih anak-anak. Menurutnya, perubahan ekologis yang terjadi di kampungnya sudah terjadi sejak dulu.
"Sudah tinggal di sini sejak masih kecil, mulai tahun 1981. Banyak perubahan Pak. Kalau dulu, bekantan bisa sampai ratusan (jumlahnya) terlihat bergelantungan. Juga pohon dan tanaman seperti belangiran dan purun mudah ditemui. Tapi sekarang, (bekantan) hampir tidak pernah muncul", kenang Rafi'i saat berbincang kepada Pantau Gambut.
Menurut kepala desa yang baru menjabat 6 bulan ini, menyusutnya populasi bekantan memang disebabkan lantaran hutan gambut yang didominasi pohon galam (Melaleuca cajuputi) mulai berkurang. Lebih lanjut lagi, menurutnya pengurangan satwa secara masif ini terjadi saat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi pada tahun 1997-1998 silam.
"Pas waktu itu, semua hutan gambut di sini habis. Otomatis bekantannya juga terpencar, lari, dan sebagiannya pasti mati juga," tuturnya.
Populasi bekantan yang cenderung hidup berkoloni mulai terlihat kembali pada tahun 2000-an, setelah pepohonan galam berangsur tumbuh kembali di lahan gambut dangkal. Namun demikian, populasi bekantan di Buas-Buas kembali mengalami penyusutan usai kebakaran lahan di tahun-tahun setelahnya. Contohnya adalah saat terjadi kebakaran hutan besar pada tahun 2015, yang merupakan akibat dari musim kemarau berkepanjangan karena El Nino.
"Kalau mengenai data populasi bekantan, di saya tidak ada. Hanya saja, setelah (kejadian kebakaran) itu, jumlah bekantan semakin berkurang. Sebagian lari ke desa sebelah. Sekarang jarang terlihat," ujarnya.
Masuknya perkebunan kelapa sawit sejak 2015 lalu juga memicu berkurangnya habitat bekantan. Berdasarkan data, areal kawasan hutan di Desa Buas-Buas didominasi oleh kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dengan luas kawasan mencapai 7.976,56 hektare. Sedangkan sisanya merupakan kawasan Hutan Produksi dengan luasan mencapai 93,75 hektare.
Ada dua perusahaan yang beroperasi di Desa Buas-Buas, yaitu Platindo Agro Subur (PAS) dan PT Tri Buana Mas (TB). PT TB merupakan anak perusahaan PT Astra Agro Lestari (AAL). Total luas wilayah konsesi perusahaan sawit PT PAS dan PT TB kurang lebih mencakup 24,000 hektar, dan sekitar 1,200 hektar merupakan lahan gambut. Masuknya kedua perusahaan tersebut berimbas pada menyusutnya luas wilayah hutan desa Buas-Buas. Hal ini juga berdampak pada ketersediaan makanan dan tempat tinggal bekantan yang semakin berkurang.
"Sekarang hutan gambutnya tersisa 400-an hektare lah. Hampir habis. Cuman warga masih mau mempertahankan lahan tersisa ini karena kita ingin mengembangkan pertanian," ujarnya. Ia mencontohkan, warga sekarang mulai berangsur menanam buah seperti semangka hingga tanaman cabai sebagai bentuk pengelolaan lahan gambut yang menghasilkan.
Soal nasib bekantan yang masih berada Buas-Buas, Rafi'i sendiri tampak kebingungan karena sebagian sudah terpencar ke daerah-daerah lain. "Jadi dibiarkan aja. Cuman di sini kami warganya tetap ingin mempertahankan lahan gambut yang tersisa supaya satwa dan tanaman lain bisa tumbuh. Tidak harus selalu sawit," tegasnya.
Artoni, warga sepuh Desa Buas-Buas juga berkata serupa. Meski tak memiliki tanah, ia berharap warga tak menjual lebih jauh lahan-lahan untuk kepentingan lain. Ini juga demi kelestarian alam Desa Buas-Buas yang sebagiannya merupakan lahan gambut. "Kita sekarang fokus bertani yang lain saja dulu," tegasnya.
Dari catatan Pantau Gambut, bekantan sendiri memiliki fungsi sebagai pengatur silvikultur hutan dengan memakan daun dan pucuk tanaman, termasuk tanaman rasau yang kemudian tumbuh semakin lebat. Selain itu, pemberdayaan bekantan dalam pengembangan ekowisata berbasis masyarakat juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Hilangnya bekantan berdampak pada menurunnya kualitas lahan basah dan populasi macan dahan (prey and predator) yang di Kalimantan, sehingga populasi bekantan menjadi penanda hutan yang baik dan sehat di Kalimantan.
Belajar dari hal tersebut, masyarakat dengan didukung oleh mitra dan pemerintahan setempat, harus lebih peduli dalam hal menjaga lingkungan dan lahan gambut yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mencegah perusakan hutan, meningkatkan pengawasan terhadap lahan, melakukan pencegahan terhadap terjadinya kebakaran lahan gambut, dan melakukan pemulihan pada lahan gambut yang rusak. Kegiatan perlindungan dan pemulihan gambut tidak hanya akan memberikan dampak positif terhadap kondisi lahan itu sendiri, melainkan juga memberikan dampak positif terhadap flora dan fauna yang hidup di lahan gambut, serta terhadap masyarakat yang tinggal di area lahan gambut.