Oleh Agiel Prakoso
dari www.pantaugambut.id

Gambut Indonesia kembali terbakar pada 2019 di tengah kegiatan pemulihan yang sudah dilakukan bahkan sebelum Badan Restorasi Gambut (BRG) dibentuk pada 2016. Meskipun tidak separah 2015, kebakaran gambut 2019 seharusnya menjadi catatan bagi komitmen restorasi dan perbaikan regulasi perlindungan gambut yang sudah seharusnya menunjukkan hasil positif.  

Hasil rekapitulasi Pantau Gambut terhadap capaian kinerja restorasi hingga akhir 2019 menunjukkan bahwa jutaan area gambut telah diklaim pulih oleh pemerintah sesuai rencana strategis (renstra) periode 5 tahun yang telah disusun. Lembaga negara yang saat ini menyelenggarakan kegiatan pemulihan ekosistem gambut saat ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Restorasi Gambut (BRG).

Kedua instansi tersebut setiap tahunnya mempublikasikan capaian besar kinerja restorasi gambut berbasis luasan area (hektare) yang telah direstorasi. Namun klaim capaian tersebut tidak disertai informasi rinci mengenai bagaimana menakar keberhasilan atas kegiatan restorasi yang telah dilakukan.

Analisa Pantau Gambut menunjukkan 69% area gambut di luar izin konsesi terbakar selama Januari-Desember 2019. Dari total area non-konsesi yang terbakar, Pantau Gambut menemukan 36% atau sekitar 127.289,69 Ha kebakaran berada pada radius 1 km dari batas terluar konsesi yang ada di atas gambut. Mayoritas tutupan lahan yang terbakar pada area tersebut berupa belukar dan perkebunan.

 

Tim Pantau Gambut mengunjungi beberapa sampel lokasi di provinsi Aceh dan Riau pada 2019 silam. Penentuan lokasi observasi difokuskan pada area yang sudah dibangun sekat kanal pada periode 2016-2018 namun masih terdeteksi titik panas yang tertangkap sensor VIIRS dengan tingkat kepercayaan tinggi. Pantau Gambut mencatat dua hal dari observasi lapangan, di antaranya:

Pertama, adanya beberapa lokasi pembangunan sekat kanal yang tidak tepat sasaran karena dibangun bukan berdasarkan tingkat kerawanan terhadap api  tahunan sehingga belum mampu membasahi gambut secara optimal. Hasil kunjungan pada Desa Teluk Nilap, Kabupaten Rokan Hilir, Riau menunjukkan bahwa sekat kanal yang sudah dibangun BRG tahun 2018 berada di lokasi yang cukup jauh dari area rawan kebakaran dan area yang sedang terbakar pada saat itu.

 

Kedua, terdapat beberapa infrastruktur sekat kanal yang rusak atau hancur akibat aliran air yang sangat deras. Hal ini juga bisa terjadi karena absennya pemeliharan sehingga infrastruktur itu tidak mampu membendung air secara optimal. Keadaan ini juga menambah daftar pekerjaan rumah pemerintah untuk memastikan kondisi dan perawatan infrastruktur restorasi gambut yang telah dibangun.

 

Baca selengkapnya Kajian Pantau Gambut mengenai "Nasib Restorasi Gambut Indonesia" terlampir.

Dukung Kami

Bagikan informasi ini kepada keluarga dan teman-temanmu.